Pada dasarnya manusia dilahirkan memiliki karakter yang fitrah. Rasulullah saw bersabda, "Setiap bayi dilahirkan
di atas fitrah." (HR Bukhari
Muslim). Allah SWT juga menegaskan bahwa setiap jiwa manusia telah berjanji untuk beriman kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. Firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika Tuhan mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): `Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Merekamenjawab: `Betul
(EngkauTuhan kami), kami menjadisaksi'."(QS al-A`raf [7]: 172).
Namun fitrah manusia tidak selamanya dapat dijaga sehingga setiap Muslim dapat menjadi pribadi-pribadi yang bersih dan jujur serta berakhlak karimah. Kemurnian fitrah manusia dapat dengan mudah terkontaminasi oleh pendidikan
yang diberikan orang tua, masyarakat sekitar,
dan bahkan sistem yang mendukung seseorang menjadi pribadi yang kehilangan karakternya.
Pribadi-pribadi yang kehilangan fitrahnya akan membentuk komunitas yang tidak berkarakter;
mereka akan menjadi masyarakat jahiliyah dan cenderung plagiasi. Dalam konteks seperti itulah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw kepada orang-orang
jahiliyah yang hidupnya hanya mengikuti nenek moyang mereka yang tersesat dan menyembah berhala.
Rasulullah saw mulai mendidik karakter jahiliyah masyarakat Arab
waktu itu dengan meluruskan ideology atau keyakinannya. Beliau meluruskan kemusyrikan mereka dengan paradigma tauhid, yaitu meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah dan menjadi tujuan hidup seluruh manusia di muka bumi. Karakter tauhid inilah yang
menjadi landasan pendidikan karakter yang diajarkan oleh Rasulullah saw dalam seluruh ajaran-ajarannya. Syariat atau aturan serta undang-undang tidak serta-merta diterapkan oleh Rasulullah saw.
Undang-undang atau sistem yang tidak dilandasi oleh ideology atau paradigma yang lurus pasti tidak efektif. Oleh sebab itu, Rasulullah saw baru mendirikan suatu komunitas setelah beliau mampu mendidik generasi Muhajirin dan Anshar
yang berkarakter di Madinah.
Pendidikan karakter
yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika. Rasulullah
saw sendiri pun menegaskan hal itu dalam sabdanya, "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah."
(HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap bangsa.
Strategi Rasulullah
saw tersebut patut dijadikan teladan oleh bangsa kita.
Tanpa paradigma yang tepat tentang hidup dan tujuannya, undang-undang dan system apa pun yang dibuat menjadi sia-sia belaka. Kita semestinya mampu menjaga kemurnian karakter, meluruskannya jika salah, membentuk sistem yang tidak merusaknya,
serta mengawasinya dengan sebaik-baiknya. Wallahua`lam.
Dari teladan dari Rasulullah tersebut, menjadi rujukan dalam proses mendidik seseorang. Nilai-nilai Islam yang
tercermin akhlak penganutnya. Peran ini yang sepatutnya dioptimalkan oleh semua pihak yang peduli terhadap ummat. Mengkorelasikan antara idealisme Islam
dengan realitas ummat agar berkesesuaian. Demi tegaknya kejayaan Islam dan ummat
Islam.
Dan seperti kita ketahui, jejak Rasulullah sebagai penyempurna karakter, bukan hanya sekedar kata tapi juga laku. Betapa tak mudahnya menjadikan diri sebagai teladan bagi orang lain,
di tengah badai dalam diri kita sendiri.
Dan kita harus memperjuangkan itu hingga tak ada lagi
yang dapat kita berikan untuk Islam.
Hidup adalah perjuangan, berhenti berjuang sama dengan berhenti hidup. AzzahroJannah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar