Jumat, 12 Oktober 2012

denting cinta


Bismillahirrahmanirrahim
Bunda Hajar

Semerbak wanginya semua calon penghuni surga mengenalnya, lembaran kisahnya sering kita dengar atau baca. Dan tepi hari ini, aku membuka kembali lembaran kisah itu. Seketika aku ingin menggerakkan jemariku untuk kembali merenungi satu kisah cinta abadi dari sang Maha Cinta. Diabadikan dalam ayat cinta-Nya dan tiap waktu menjadi jalan napak tilas Shafa juga Marwa. Aku bukan seorang yang sanggup menuangkan kembali Maha Karya dari kisah ini. Terlalu indah hingga membuat ku tak mampu melajutkan ke halaman berikutnya.
Bunda Hajar hanya seorang budak di mata manusia, namun bidadari surga di mata Penciptanya. Saat Bunda Hajar tak mampu menolong dirinya sendiri di tengah perbudakan yang membawanya ke dalam istana Ayahanda Ibrahim As, bapak para nabi. Kehadirannya merenggut kecemburuan Bunda Sarah saat akhirnya bergerak seorang bayi laki-laki yang terlahir darinya.
Ayahanda Ibrahim As memahami situasi ini, yang membuatnya mengabulkan keinginan Bunda Sarah untuk menjauhkan Bunda Hajar dan sang bayi yang berpuluh tahun dirindui. Perpisahan ini menyisakan setitik pedih, Ayahanda Ibrahim As yang tiap langkahnya adalah titah Penciptanya. Ayahanda Ibrahim As mengantarkan Bunda Hajar dengan sang bayi Ismail As yang masih merah. Tanpa kata sepatah pun. Melangkah hingga di tempat terasing yang tandus hanya dengan perbekalan seadanya dan sebuah tenda sederhana tempat bernaung sementara. Kembali, karena cinta Ayahanda Ibrahim As yang begitu mengakar pada Penciptanya.. Ayahanda Ibrahim As meninggalkan Bunda Hajar dan putra terkasih Ismail As tanpa kata dan tanpa menoleh. Panggilan Bunda Hajar tak membuatnya menghentikan langkah, bukan karena tak lagi peduli tapi lebih untuk menguatkan hati dan menutupi sudut bening dari matanya yang hampir mengalir. “Apa ini perintah Allah?”  tanya Bunda Hajar mencoba memahami keadaan. “Ya” jawab Ayahanda Ibrahim As singkat, sekali lagi tanpa menatap Bunda Hajar. Seketika kekuatan hati Bunda Hajar terhimpun..
Di tengah sahara, menghidupi diri dan putra terkasih Ismail As hanya bergantung pada Penciptanya. Hati ku tak sekedar gerimis, tapi membadai. Beratnya ujian cinta ini juga diabadikan dengan pancaran zam-zam yang hingga detik ini kita mampu rasakan kesejukannya. Semakin berat ujian, semakin indah akhirnya. Semakin terasa pahit, semakin terasa manis penutupnya. Semakin gelap jalannya, semakin berwarna ujungnya.
Dan tiap kali aku merasa jatuh terperosok dalam berat, pahit dan gelapnya ujian di depan ku, aku mencoba mengingat Maha Karya Cinta ini. Keimanan yang tipis ini tak seberapa bila disandingkan dengan indahnya kekuatan hati Bunda Hajar dan Ayahanda Ibrahim As. Bahasa hati hanya dipahami oleh hati. Maafkan bila hati ini ternyata masih tak mampu memahami bahasa hati dengan baik.

 2012 05.41 sudut kota Yogyakarta. Tepi hari di ujung hati yang mencoba memahami impian seorang lumut yang ingin mengubah dirinya secantik bintang laut di mata ikan di membiru laut yang mungkin mebuatku tak lagi mampu melihatnya lagi seperti dulu. Terimakasih telah mengijinkan ku sesaat menemani. Semoga dirimu selalu diberkahi cinta Arrahman. Azzahro Jannah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar