Kamis, 11 Oktober 2012

MERAPIKAN MERAPI KU, MENGISTIMEWAKAN INDONESIA

 Hari ini semua peserta “Young Leader Talk” Yogyakarta berkumpul di stasiun Tugu yang hangat dengan secangkir kopi joss, secangkir kopi yang dicampur arang panas. Minuman khas ini belum pernah ku tahu. Dan memang katanya jadi citra tempat ini. Hari semakin malam, tapi pengunjung makin padat, kami duduk di bawah pepohonan pinggir jalan. Main kartu dengan strategi psywar, warewolf kita sebut.
    “Pesan apa?” sambut pedagang kopi yang kami dekati
    Sambil menikmati seduhan kopi unik ini, kita menerjang malam dengan permainan warewolf. Tawa, gregetan, jengkel karena salah strategi permainan menjadi warna tersendiri. Kesan yang jarang ku dapat dari teman-teman komunitas lain.
    “coba percaya, bukan saya yang melakukan” pernyataan Hadi yang polos lengkap dengan wajah yang lugu, tak juga membuat yang lain percaya
    “sayang sekali, Hadi harus mati dan keluar dari permainan” kata-kata moderator membuat Hadi yang pemain baru sedih.
    Begitulah malam pertemuan awal kami dalam acara ini. Selanjutnya dilanjutkan berfoto malam di Tugu Yogyakarta, berfoto tengah malam tepatnya. Kegiatan berfoto ini agak cukup mengganggu arus lalu lintas, karean memang mengambil banyak ruang jalan. Banyak wisatawan yang juga mengambil tempat ini. Wajah ku yang memang agak lelah, ku paksa tersenyum saat jepretan kamera mengambil gambar kami bersama. Setelah puas, wisma sofi kontrakan ku di kota pelajar ini menyambutku dan beberapa teman luar kota Yogyakarta yang memilih menginap disini.
    Keesokan pagi, kami janjian bertemu di nol kilometer, dekat Benteng Vredeburg.
    “jam berapa ini??” tegur Hariz, ketua acara padaku yang terlambat datang
    “hehe..” jawabku sambil menangkupkan kedua tangan ku tanda minta maaf
    Ternyata memang mengkonsep acara tepat waktu, punya tantangan sendiri. Setelah semua peserta berkumpul, kami masuk ke dalam Benteng Vredeburg. Sebagai salah satu tempat bersejarah kota Yogyakarta. Hingga waktu makan siang tiba, kami beristirahat di kampung religi Kauman. Awal pergerakan kependidikan Indonesia, yang kini menjadi tempat yang sarat sejarah.
    Di sela acara, aku pergi dengan Randi untuk membeli beberapa bahan makanan yang akan digunakan besok. Kami berkeliling kota mencari warung-warung kelontong yang menjual bahan pokok sehari-hari. Ternyata amat sulit mencari, lebih mudah mencari retail franchise 24 jam. Apa perlahan pasar tradisional pun harus mengalah dengan modernitas? Akhir harapan kami hanya pasar tradisional Beringharjo yang letaknya dekat dengan pusat perbelanjaan Malioboro. Pasar tradisional ini amat luas dan cukup sulit untuk sekedar mencari tempat parkir. Panas, gerah dan melelahkan, itu perasaan yang ku rasakan. Ditambah lagi, hari ini libur panjang akhir pecan. Lengkap sudah kemacetan siang ini. Ku harap suatu saat, akan bisa nyaman berbelanja di pasar tradisional. Karena kata salah satu teman ku pernah berkata “pasar tradisinal adalah salah satu asset budaya Indonesia”. Karena itu memang pantas diperhatikan.
    Peserta diajak berkeliling perkampungan religi ini. Peserta luar Yogyakarta amat antusias. Karena pembagian tugas, aku pun harus beranjak duluan menuju Cangkringan. Salah satu tempat yang nanti malam kami tinggali. Aku dan beberapa teman yang lebih awal datang di lokasi mencari kayu bakar yang digunakan untuk api unggun. Aku menapaki gurun pasir yang terbentuk karena wedus gembel tahun lalu. Tempat ini benar-benar eksotis bila dipandang, walau ada cerita sedih di balik timbunan pasir ini. Aku terpaku menatap beberapa orang laki-laki yang menghancurkan batu-batu besar untuk dijual dengan ukuran kecil yang harganya tak sebanding dengan tenaga yang tercurah.
    “pahlawan keluarga” bisik ku sendiri.
Napas ku nyaris melambat. Bongkahan batu sebesar itu dihancurkan hanya dengan alat tangan sederhana, tanpa mesin. Gurun pasir yang ku pijak adalah desa di pinggir kali Gendol yang lenyap tanpa jejak. Ya, aku menginjak atap-atap rumah yang tertutup pasir merapi. Hati ku miris, kuasa sang Maha melakukan yang dikehendakinya. Kita terlalu kecil tak bernilai jika hidup tanpa makna.
    Cahaya senja menatap ku di balik arakan awan yang membentuk siluet, aku tahu ada padaNya semua kehendak. Derak langkah ku diantar  pasir yang beberapa bulan lalu masih terasa hangat. Kedua mata ini hanya mampu memandang takjub kuasa alam yang terbentuk. Aku merasa tergerak untuk kembali memaknai hidup.
“Seberapa jauh kebermanfaatan kita pada hidup?”
“Seberapa kualitas kita dalam menjalani hidup yang ternyata tak lama ini?”
    Beberapa pertanyaan lain berputar di benak ku. Hingga gelap malam menghampiri, bapak yang rumahnya kami tumpangi seketika memanen singkong yang telah setahun ini tumbuh di halaman rumahnya. Singkong ini kami akan bakar nanti saat api unggun. Cukup lama kami menanti peserta yang tiba lokasi. Setelah sampai kami langsung mengkondisikan ke lokasi api unggun.
    Malam ini kami lewati dengan saling berbagi kearifan tentang bagaimana memaknai hidup. Suasana terasa hangat di tengah hembusan malam angin gunung karena api unggun dan kisah hidup yang kami lalui. Semua peserta disini saling berbagi pengalaman hidup yang ku kira itu sebuah perjalanan berharga. Cara sang pemilik hidup mendewasakan kita di tiap episode hidup yang kita lalui.
    Ternyata orang-orang yang duduk bersama ku malam ini, adalah orang-orang luar biasa yang menjadi pahlawan untuk dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya. Bertahan di tengah keterbatasan untuk sebuah arti. Tak banyak ku kira orang-orang seperti ini. Kita sekarang terjebak dengan budaya yang hanya memikirkan diri sendiri.
    Waktu telah menunjukkan tengah malam, beberapa panitia penyelenggara kegiatan yang berasal dari Yogyakarta rapat kordinasi untuk rencana esok hari.
    “kita kordinasikan untuk kegiatan besok, apa saja yang diperlukan?” Tanya Hariz membuka rapat
    “kita masak untuk menu besok pagi, hanya aku sendirian. Apa ada diantara teman-teman yang bersedia membantu?” Tanya ku di sela rapat
    Beberapa teman yang mau membantu menyiapkan sarapan untuk besok pagi harus siap tidak tidur semalaman nampaknya. Sebab di lokasi hanya terdapat tiga tungku kayu bakar. Buat kami yang tidak terbiasa hal ini menjadi tantangan luar biasa.
    “kita bagi tugas ya, Gilang yang menjaga api di tungku agar tetap menyala. Mita dan aku yang menyiapkan sayuran, dan Hariz membantu menanak nasi dan mencuci beberapa alat masak” pinta ku pada tim koki malam itu.
    Untuk menjaga agar tidak mengantuk, kami saling bercanda dan tertawa. Karena memang bukan pekerjaan mudah buat ku yang baru mampu memasak untuk ukuran keluarga kecil. Disini aku ditantang untuk menyiapkan porsi besar dengan tim koki yang belum berpengalaman. Banyak hal lucu yang terjadi malam itu. Dari proses menyiapkan api yang mampu bertahan saja sudah hampir satu jam. Memotong bawang hingga berlinang air mata. Memotong bahan sayuran yang berukuran besar-besar, tidak untuk tumisan. Panci yang kita gunakan menghitam berjelaga. Sebuah cerita yang unik. Dan benar saja, hingga ayam berkokok baru prosesi masak-memasak ini selesai.
    “hua..rasanya mau menangis, melelahkan sekali” ucap ku menutup sesi masak malam ini
    Ini menjadi renungan tersendiri buat ku yang selama ini hidup serba praktis. Ternyata di belahan bumi lain masih banyak hal yang belum ku lihat. Pengalaman memasak semalam suntuk yang mungkin tak akan ku dapatkan di tempat lain.
    Saat teman-teman berbagi kearifan pagi, aku sudah tak mampu lagi menahan beratnya kelopak mata yang ingin istirahat. Aku pun tidur sekenanya dengan berselimut jaket. Setelah berbagi kearifan, teman-teman bersiap untuk ke lokasi outbound dengan anak-anak sekitar. Tanpa alasan yang jelas, aku dibangunkan. Padahal aku tidak punya tugas pagi ini, badan ku terasa dingin, agak kurang enak. Tapi ku paksa diri untuk ikut ke lokasi outbound dengan teman-teman lain.
    Bermain dengan  anak-anak yang masih polos ada kesan tersendiri. Keceriaan yang jarang ditemui pada anak-anak daerah perkotaan yang punya beban lebih dalam perkembangannya sebagai anak. Kurang ruang dan waktu bermain menikmati masa kecil. Outbound ini menyusuri sungai sehingga semua anak menjadi basah kuyup.
    “mau kemana?” Tanya ku pada Doni yang berjalan bersama seorang anak
    “ada acara keluarga, jadi harus pulang” jawab Doni
    Yang ku lihat dari anak ini, dia tak nyaman dengan situasi yang memungkinkan berkotor-kotor dan basah jika akan merusak penampilannya. “Anak ini unik”, batin ku. Dia berbeda dari temannya yang lain. Dan yang ku tahu, seorang pemimpin itu berani berbeda dari yang lain. Walau terkadang harus terasing.
    Waktu semakin terik, semua permainan telah selesai dilewati anak-anak. Teman-teman juga sudah tampak lelah.
    “ayo, sudah siang. Kita siap-siap kembali”, ucap ku pada teman-teman
    Kami pun berpamitan kepada warga tempat kami  tinggal. Bersiap-siap kembali ke kehidupan nyata. Ya, ku sebut selama disini kehidupan yang berbeda. Kehidupan rutinitas yang kita lalui cenderung membuat kita lupa kembali memaknai hidup. Kita membutuhkan masa untuk merasakan atmosfer kehidupan orang lain yang berbeda. Agar kita dapat merasakan syukur. Bertemu dengan orang berbeda karakter memperkaya hidup kita dengan warna-warni.
    Hari ini menjadi salah satu episode luar biasa yang lalui bersama dengan orang-orang luar biasa. Teman-teman dan masyarakat luar biasa yang mengajari ku tentang makna hidup. Karena sering kali kita merasa paling menderita ketika ditimpa sesuatu yang kurang menyenangkan. Padahal, kalau saja kita mau sedikit saja menengok jendela terluar dari pandangan kita yang amat terbatas ini, kita dapat menemui hal-hal yang tidak diajarkan di sekolah-sekolah.
    Kami pulang dengan satu kenangan manis tentang arti kehidupan. Seperti Einstein katakan, “bukan karena aku pintar aku bisa menyelesaikan masalah, tapi karena aku mampu bertahan dalam masalah itu”. Dengan masalah yang kita hadapi, kita akan mengalami satu tingkatan yang lebih baik dari sebelumnya. Ini cara sang Maha Kuasa mengajari kita tujuan hidup kita adalah untuk kebermanfaatan untuk sesama.
   

Tulisan ini didedikasikan untuk para pahlawan keluarga dan teman-teman YLT Yogya yang “memaksa” ku ikut kegiatan luar biasa ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar