Rabu, 31 Oktober 2012

bintang biru yang cantik

Alhamdulillah, selamat pagi bintang...
Hari ini adalah november ke 24 yang akan mengantarkan ke Rabiul Awwal ke 25
Banyak tawa dan air mata yang mengajarkan untuk selalu berbuat yang terbaik
Dalam makna ku, tak ada isitlah semakin tua
Karena setiap detik kita tumbuh
Semakin cerdas pikir dan semakin cantik laku
Ibadah pada Arrohman makin baik, ibadah sosial makin mendewasakan
Perjalanan ini meyakinkan akan misi hidup
Untuk apa? Dimana? Bagaimana? Kemana?
Detik cita-cita yang makin dekat
Jatah umur yang semakin berkurang
Terus menerus memohon ampun dan hikmah dalam salah
Dan meminta perhatian dalam benar
Yang Maha Baik, baikkan kehidupan ku untuk aku dapat membaikkan dunia ku
Terima kasih cinta, mengajari senyum dalam rintik hujan

Menjadi Azzahro Jannah yang tersenyum bersama bintang dalam cita-cita Kerajaan Al Khonsa

Selasa, 30 Oktober 2012

setitik hati

Biru adalah dirimu yang ku nanti dalam tiap derai doa ku
Sabarkan aku melewati ini
Semua yang terjadi punya hikmah sendiri
Untuk mengubah kualitas diri
Sebab jerih kita mengubah kualitas diri akan mudah mengubah kualitas kehidupan
Perjalanan ini meletihkan bila tak bersama Arrohman
Yang setia mendengar senyum dan melihat air mata yang menetes
Aku merindukan saat dapat duduk di sisi mu, biru
Bercerita tentang cerahnya pagi dengan kedipan matamu
Berkisah tentang sejuknya malam dengan untaian katamu
Saling belajar menjadi solih di mata Arrohman
Mengisi lembaran dunia dengan karya cinta
Mempercayai bintang itu menjadi penerang saat dirimu jauh
Sempatkan menyebut ku dalam doa mu
Agar aku dapat membaca tanda mu dengan baik
Tetap di sini untuk menemani mimpi ku
Setelah itu kita akan kembali bercerita dan berkisah di ujung hari
Menertawakan kepedihan dan melingkar senyum bersama


Temaram hati menyambut terbit november ke 24...

Rabu, 24 Oktober 2012

nyanyian sepi

Lama tak ku sapa..
Lama tak ku lihat..
Senyum itu, aku merindukannya dalam sudut hati yang tak tahu kapan ujungnya??
Setiap duduk di hadapan komputer, aku ingin mengetik sebuah nama di keyboard..
Untuk tahu kabar mu, keadaan mu di layar..
Namun selalu segera ku tutup, kuatir akan melukai ku..
Tiap kali ada yang menyebut sebuah nama itu, hati ku berdesir..
Aku sangat mengharap dirimulah bintang biru yang kelipnya ku nanti di terbitnya november..
Kedipan mata mu yang menyapu air mata ku..
Ketukan pintu mu yang selalu ku tunggu..
Suara mu yang menenangkan kepanikan ku..
Setelah cerita daun jatuh itu, aku tak lagi berani bertemu dengan mu..
Aku tak punya nyali memperlihatkan wajah ku, walau rindu ini mendendam..
Aku segan mengganggu ketenangan mu..
Walau aku sangat menginginkan mu..
Aku hanya meminta Penguasa Hati untuk menjaga hati ku..
Menanti dengan ikhlas bintang biru yang selalu mencari ku..
Saat bintang itu meredup ataupun mencerahkan malam..
Aku masih disini, berteman tinta menuliskan sebuah nama..
Hanya sebuah nama yang bisa ku gores, karena aku tak tahu cerita apa tentang rasa ini..
Aku kehilangan inspirasi saat kelip mu menjauh dari tempat ku duduk..
Meminta agar aku melewati proses ini sebagai pemenang..
Agar hempasan angin ini menguatkan akar ku nanti di tengah ombak dan cadas bebatuan..
Aku belajar bersyukur di tengah derai luka yang membuat lubang menganga di hati..
Semoga perih ini menggugurkan laku ku yang khilaf..
Karena perih ini aku tahu bagaimana menjaga diri, menjaga hati, menjaga mata..
Sebagaimana pun rumitnya rasa ini, aku belajar untuk menertawakan luka..
Aku tak ingin air mata ini kering, aku hanya ingin menjadi satu-satunya bunga hati mu..
Bunga dan Bintang adalah Maha Karya..
Mengindahkan mata dan hati..
Terima kasih cinta, telah menyentuh ku..


Menanti kelip bintang biru dalam gelap, sendiri dan kelam..

Senin, 22 Oktober 2012

karakter mu kini

Mendengar hal ini sekarang tak asing lagi. Di tengah krisis karakter, lebih tepatnya teladan. MenurutAdianHusaini, “Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD-PerguruanTinggi”. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh “pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini. Maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa”. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010).
Munculnya gagasan program pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia, bias dimaklumi. Sebab selama ini dirasakan proses pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan banyak yang menyebut pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, dan perilakunya tidak terpuji.
Bahkan bias dikatakan, duniaPendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, yang beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter. Atau jangan-jangan impian ini menjadi utopis ketika idealita berbentur realita?
Dr. Ratna Megawangi dalam bukunya, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007) mencontohkan bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bias terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Terlepas dari perdebatan konsep-konsep pendidikan karakter, bangsa Indonesia memang memerlukan model pendidikan semacam ini. Sejumlah negara sudah mencobanya. Harap maklum, konon orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UAN,  mungkinbagus!  Tapi, di lapangan, banyak yang bias menyiasati bagaimana siswanya lulus semua. Sebab itu tuntutan pejabat dan orang tua. Guru tidak berdaya. Kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu!  Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini nantinya juga menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.
Mohammad Natsir salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelumada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orangtua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.
Mohammad Natsir adalah contoh guru sejati, meski tidak pernah mengenyam pendidikan di fakultas keguruan dan pendidikan. Hidupnya dipenuhi dengan idealism tinggi memajukan dunia pendidikan dan bangsanya. Setamat AMS (AlgemeneMiddelbare School) di Bandung, dia memilih terjun langsung ke dalam perjuangan dan pendidikan. Ia dirikan Pendis (Pendidikan Islam) di Bandung. Di sini Natsir memimpin, mengajar, mencari guru dan dana.  Terkadang ia keliling kesejumlah kota mencari dana untuk keberlangsungan pendidikannya. Kadang kala perhiasan istrinya pun digadaikan untuk menutup uang kontrak tempat sekolahnya.
Siapkah kita mengorbankan harta dan jiwa untuk sekedar menggantinya dengan wangi surga? Pendidik yang ku sebut sebagai salah satu ksatria Allah yang melanjutkan risalah kenabian. Mendidik dengan keteladanan.

Sepotong tugas sebagai mahasiswa yang merindukan pendidik teladan
Azzahro Jannah

Sabtu, 20 Oktober 2012

1000 koin untuk masjid


Perjalanan ku kali ini terhenti di gerbang tua sebuah masjid, lusuh dan kusam catnya. Dindingnya telah terkelupas dan retak. Udara di dalam ruangan yang sedikit berdebu ini pun pengap. Langkah ku terhenti di ujung lorong untuk mengambil setetes air basuh wudu ku. Penat ku melewati hari yang terik ini menyeruak bersama tiap tetes yang jatuh. Aku mengenakan sebuah mukena yang tak lagi berwarna putih, kumal, bercak jamur di sudutnya dan aroma lapuk di sekitar wajah ku. Aku memaksakan baik-baik saja, karena imam masjid sudah menyambut takbir di awal solat. Aku gelisah dengan keadaan ku yang tak sedap dipandang mata dan tak sedap aroma sekitar ku. Hendak ku nikmati gerakan sujud ku, dalam himpunan merendah pada sang Maha. Namun aku harus menahan tarikan napas ku. Ya, lagi-lagi permadani tempat aku menyerahkan nyilu hati ku pada Pemilik hati itu tak nyaman. Aroma kaki yang entah telah berapa lama melembab di tiap sudutnya. Hati ku ingin segera menutup solat dengan salam.
Tak ku rasa indah “mi’raj” ku kali ini. Pertemuan dengan Allah seharusnya lebih rapi dan wangi dibanding bertemu tokoh atau orang penting yang sama bau dan lusuhnya dengan segenap dosa dan salah. Aku tercekat memikirkan keadaan masjid di sudut kota ini. Banyak yang tergerak menyambut panggilan rindu Penciptanya bersama senandung azan tapi sayang tak banyak yang memperhatikan air mata gedung ini yang tertahan tembok peka.  Semua berpikir bahwa tiap masjid sudah ada ta’mir yang mengurus semua yang ada di masjid. Bukannya menjaga keindahan masjid tak harus menjadi ta’mir dulu? Seperti menjaga kebersihan jalan dengan tidak membuang sampah sembarangan tak harus menjadi petugas kebersihan kota?
Aku diam di tepi tangga pintu keluar, menatap gedung yang katanya rumah Robb ini. Bagaimana Robb kita akan menjaga kita bila kita masih enggan menjaga kemuliaannya? Aku ketik sebuah pesan singkat di hp imut ku. Meminta teman-teman ku yang memiliki mukena atau dana lebih untuk disumbangkan. Hufh.. Hanya kata “iya insya Allah” yang aku terima. Ada versi insya Allah “jawa” yang artinya penolakan secara halus dengan membawa nama Allah. Padahal berjanji atas nama Allah artinya berusaha semaksimal mungkin memenuhi janji yang terucap.
Aku pun tak punya daya bila berjalan sendiri untuk ini. Butuh kekuatan jama’ah agar usaha yang dilakukan menjadi lebih mudah dan efektif. Dan bersyukur bila niat ini dapat dilanjutkan teman-teman lain di luar sana. Aku hanya akan menyalurkan sumbangan mukena layak pakai dan dana yang masuk untuk mencucikan mukena yang masih baik namun sudah lama tidak dicuci.
*kemarin ada permintaan sarung dan cuci karpet juga
Jika ada pintu hati yang terketuk, di belahan bumi manapun yang punya kesempatan dan kemampuan membantu silakan hubungi :
Khilda 081 7971 5858 Yogyakarta dan sekitarnya
Dian 085 7377 63859 Denpasar dan sekitarnya

1000 koin dapat dikirim ke no. rekening Bank Syariah Mandiri a/n Khilda Maulidiah 702 813 9092, tiap dana yang dikirim harap sms jumlah nominal pengiriman ke no. Khilda dan insya Allah akan dilaporkan tiap bulan di blog Azzahro Jannah.

Bantuan dapat berupa menjadi ksatria Kerajaan Al Khonsa di daerah masing-masing, bertugas mendistribusi kebutuhan dan menjadi jaringan mitra dari Khilda (founder Kerajaan Al Khonsa). Bila ada ksatria tambahan, kami minta kirim cv lewat email khilda.maulidiah@gmail.com dengan konfirmasi sms ke no. Khilda agar ditindaklanjuti pada info Kerajaan Al Khonsa.

Kami tidak menjanjikan balasan apapun kecuali pohon kebaikan akan menumbuhkan buah kebaikan yang ranum dan bunga yang cantik.

Kerajaan Al Khonsa adalah komunitas yang memiliki cita-cita menjadikan anak biologis dan ideologis di seluruh belahan dunia dapat menjadi mujahid ksatria langit. Yang hanya gentar pada titah Penciptanya. Program lepas yang ingin dapat bermanfaat lebih banyak semampunya, demi menjaga amanah kehidupan sebagai hambaNya dan pengelola bumiNya. Menanam benih Rumah Senyum untuk keluarga surga dan Kampoeng Peladjar pelabuhan etalase pendidikan universitas kehidupan.















RASULULLAH MUHAMMAD SAW SEBAGAI WIRAUSAHAWAN


  Tak dipungkiri lagi, Rasulullah Muhammad SAW adalah pembawa risalah Islam yang sepanjang hidupnya lebih lama menjadi wirausahawan daripada menjadi seorang Nabi. Sejak usia 8 tahun hingga usia 40 tahun menjadi wirausahawan, sekitar 32 tahun lamanya. Sejak wahyu pertama turun di gua Hira, sejak itu pelantikan Rasulullah Muhammad SAW resmi menjadi nabi. Usia 40 tahun hingga akhir hidupnya di usia 63 tahun, beliau mendedikasikan diri sebagai penyampai wahyu yang diterimanya. 23 tahun masa jabatannya sebagai pembawa risalah kenabian, penutup para Nabi. Dari sini kita tahu bahwa Rasulullah lebih lama masa menjadi wirausahawan daripada Nabi. Secara tersirat, dengan menjadi wirausahawan maka akan melatih jiwa kepemimpinan yang nantinya amat berpengaruh dalam perjalanan risalah dakwahnya.
    Diakui dunia lewat buku Michael Hart tentang 100 tokoh paling berpengaruh di dunia, Rasulullah Muhammad SAW mendapatkan posisi pertama. Dari sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang sarat nilai keteladanan kita sebagai pengikutnya pun punya kesempatan untuk mengikuti jejak kehidupannya. Diantara para Nabi dan Rasul yang Allah utus, mukjizat yang paling manusiawi adalah Rasulullah Muhammad SAW. Sebab kita masih memungkinkan untuk melakukannya. Salah satunya berwirausaha, nilai yang secara jelas tampak dari betapa pentingnya seorang muslim memiliki ma’isyah –penghasilan yang akan  membuat dia menjadi memiliki muru’ah-kehormatan.
    Hikmah di balik berwirausaha ini sangatlah banyak. Beberapa diantaranya adalah yang pernah menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam dengan media perdagangan. Dari buku Ahmad Mansur Suryanegara yang berjudul Api Sejarah, Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita dapat mengamati bahwa pasar menjadi sarana dakwah efektif. Pasar yang identik dengan tempat bertransaksi jual dan beli menjadi sarana ideologisasi nilai-nilai Islam.
    Ketika seorang pemuda terbentuk untuk menjadi seorang wirausahawan, dia akan memiliki nilai lebih bila dibandingkan yang hanya orientasi sebagai pekerja. Sebab ia akan dituntut berjiwa pemimpin dalam keadaan apapun. Sebuah kutipan dari anonym, “lebih baik menjadi kepala ikan kecil daripada ekor ikan besar”. Kemunduran ummat Islam kini, bisa jadi disebabkan karena pola pendidikan formal dan keluarga kita akan lebih menghargai seseorang yang bekerja di perusahaan tertentu. Jarang ada yang berani mengambil tantangan sebagai wirausahawan yang memang akan lebih banyak resiko.
    Dengan kuatnya perekonomian ummat Islam maka izzah-kemuliaan Islam akan kembali pada masa kejayaan. Ranah dakwah Islam kini lebih tertuju pada ibadah ritual saja. Padahal pertanian adalah salah satu kebudayaan Islam tertua, perdagangan adalah media dakwah efektif, pendidikan merupakan pondasi peradaban suatu bangsa, jadi Islam yang rahmatan lil a’alamin akan tampak dari keuniversalannya ajarannya.
    Semakin kita meninggalkan ajaran asli Islam yang mencakup semua aspek kehidupan, semakin jauh kita dari arti kemuliaan itu sendiri. Islam bukanlah ajaran yang memasung kreatifitas ummatnya. Kita memiliki banyak teladan wirausahawan sukses yang tetap memiliki idealisme terhadap keyakinan Islamnya. Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar Ash Shiddiq, Usman binAffan, Abu Hanifah dan masih banyak tokoh Islam lain yang mendapat nilai lebih dari berwirausaha. Sukses dunia pun akhirat.
    Walau pola pendidikan formal kita cenderung mencetak generasi siap kerja, kita tetap menegakkan kembali pondasi kesejahteraan ummat di bidang ekonomi. Seperti pernyataan yang pernah disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib, “kefakiran mendekati kekafiran”. Kefakiran ini tidak sebatas materi, melainkan ilmu.  Dan ummat kita kini banyak fakir materi dan juga ilmu. Menjadikan Islam sebagai ilmu, seperti yang pernah dibukukan oleh Kuntowijoyo. Mampu mengintegralkan nilai-nilai Islam dalam keseharian.
    Berwirausaha menjadikan lapangan kerja tak akan pernah habis, hal ini sejalan dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang diusung oleh HOS Tjokroaminoto dalam Sjarekat Islam-nya menjadi mudah terealisasikan. Peredaran ekonomi tidak hanya pada sekelompok pemodal saja. Tak lupa juga sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki amanah konstitusi dalam UUD 1945 terdapat poin penting dalam pengembangan perekonomian. Pada pasal 33 disebutkan, “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan…” nilai yang disampaikan dalam pasal ini adalah bagaimana kiat dapat saling membantu dalam kebaikan. Menjadikan diri sebagai wirausahawan pun dapat menjadi lahan saling tolong-menolong dalam kebaikan.

    Semoga kita mampu menjadikan diri sebagai bagian dari pemuda pengusaha yang meneladani nilai kehidupan Rasulluh Muhammad SAW. Sebuah goresan untuk menjadi karya bermakna lebih. goresan biru untuk para pahlawan keluarga dengan semangat memperbaiki kehidupan.

Kamis, 18 Oktober 2012

ikan cantik

Lembaran hati ku kini berwarna setelah seekor ikan itu menghampiri
Ikan dengan rupa elok dan lincah
Menyipakkan air di kaki hatiku
Menyadarkan bahwa dia membuat ku menemukan diriku
Dalam tiap sisiknya yang meyakinkan aku, hanya untuk dia aku ada disini
Ikan yang terpuji dan amat disayang Penciptanya
Geliat syukur, ikhlas, sabar, positif memancar dari warnanya
Perkataannya adalah titah yang membuat semangat yang nyaris pupus kembali melejit
Teduh tatapannya merupakan hadiah agung dari Maha Cinta untukku
Namun kutahu, menanti hingga batas waktu yang mana kita dapat bermain di kolam yang sama
Berenang bersama dalam nyanyian semesta
Dalam penantian ini, kukuatkan hati dan keyakinan
Jika memang garisnya kita adalah sama, pasti kita akan bersama
Ku tak ingin merusak perangainya
Rasa ku bukan kata, karena aku tak mampu berkata dihadapannya
Rasa ku hanya sebuah doa yang mengalir di tiap pintaku
Untuk menjaga rasa ini dalam arus yang benar
Bukan sekedar cinta yang berisik, tapi cinta yang bergetar bersama menuju MahaKasih
Hujan hatiku tiap kali aku melihatnya salah laku
Hanya ku teriakkan rasa ini pada Maha Lembut
Aku yakin, akan sampai
Bukan karena aku pantas membersamai warnanya, tapi karena warnaku yang sederhana akan melengkapi tiap jalannya
Mencintai mu adalah proses pendekatan pada Pemberi Kehidupan

Tepi hari di sudut Yogyakarta, terima kasih Maha Cinta

demi cinta yang tak pernah ku sesali

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin
    Kalimat ini dikutip dari anonymous, dipopulerkan dalam film Jepang “Zatoichi”. Maknanya amat dalam. Bila merenungkan bagaimana perjalanan ini. Jalan ini ku sebut sebagai perjalanan ikhlas, ketika keputusan telah diambil Pengatur Hidup. Usaha dan doa yang beriring hanya pelengkap tugas kemanusiaan kita. Kita diatur dalam mozaik puzzle yang kita pilih. Terkadang tawa, terkadang tangis. Semua adalah tanda bahwa kita masih hidup. Di bawah genggaman Pengatur Hidup semua bermakna baik. Hanya di mata manusia penilaian baik dan buruk itu berlaku.  Layaknya daun, saat telah usai menghijau harus rela diterbangkan angin. Menuju tempat selanjutnya yang jelas lebih pantas. Mengurai diri dengan tanah untuk menyuburkan.  Angin hanya menjalankan titah Pengatur Hidup, tak lebih. Walau daun akan retak berdarah karena hempasan angin yang menghampirinya. Perjalanan ikhlas adalah jalan yang berujung hingga tugas kita sebagai pengelola  bumi dan hambaNya telah tuntas. Dengan segala kekurangan yang terlingkar dalam laku selama ini. Daun pun akan terhempas bila tugasnya telah tuntas. Maha Pengatur lebih memahami kapasitas kita, kemampuan kita. Hanya ikhlas menjalani proses yang menjadikan kita luar biasa. Tanpa ikhlas, proses ini akan kering tanpa makna. Letih.. tentu. Karena kebaikan yang kita terima sebanding dengan keletihan kita. Tanpa tahu rasa letih, tak bermakna nikmat istirahat. Dan hidup kita adalah keletihan untuk istirahat panjang di jannah. Bila hidup kita istirahat, jelas sudah keletihan di nar (na’uzubillah). Setiap diri kita memiliki jalannya masing-masing yang akan dipertanggungjawabkan pada Pemberi Hidup. Kita hanya bisa memilih pilihan terbaik. Jalani dengan ikhlas. Bukannya angin yang kita persalahkan, tapi kita yang masih kurang tepat memilih. Jika apa yang kita inginkan belum terpenuhi, itu hanya tertunda... Pengatur Hidup lebih tahu saat yang tepat memberi keindahan yang kita nantikan. Hanya mungkin kita yang masih kurang sedikit bersabar. Mengikhlaskan adalah satu-satunya jalan untuk menjadi lebih kuat. Belajar dari kesalahan untuk melompat lebih tinggi dan terus mengejar matahari impian. Keajaiban itu diupayakan dengan segenap ikhlas, bukannya sekedar dinanti tanpa ujung. Memperhatikan kasih sayang Pemberi Hidup dalam tiap napas kita. Yakini bahwa semua yang terjadi adalah cara komunikasiNya agar kita menyadari keberadaanNya. Ijinkan bintang biru di hatimu berpijar bersama rinai senyum keikhlasan, untuk kehidupan yang lebih baik... Tangis air mata tak akan menjadikan alasan berhenti bermimpi. Kita pantas untuk kebaikan yang sudah diaturNya. Terus berani bermimpi dan mewujudkannya, hingga langkah hidup kita terhenti detiknya. Kuatkan langkah demi mimpi.

Hanya lembaran ini yang menemani “ketidakwarasan” ku memandang letihnya berproses menuju ikhlas dalam makna.. sebab ikhlas tak sekedar kata. Menjadi sang pemimpi yang tegar menaklukan badai dan gelombang tawa juga airmata. Diiringi OST Sang Pemimpi membuat hati lebih menghargai proses.
                        Tarian tetes air di sudut mata, senja kota.

segenggam hati

Salah satu kegilaan ku..
Semoga ini jadi hiburan..
Aku pun menyadari dari awal, tak pintar dan tak cantik. Karena itu aku ingin mempercantik hati dan otak yang masih belum dioptimalkan..
Aku butuh waktu untuk ikhlas, ku harap kamu masih mau sedikit bersabar hingga aku benar-benar sembuh..
Tulisan ini ku buat beberapa hari setelah kita merinai malam di waktu itu..
Kalau tak bosan dirimu mendengar, aku ingin sekali berkesempatan menunggu mu..
Aku tak tahu hingga kapan?
Proses ini tak semudah yang ku pikir saat awal memutuskan untuk menghadirkan “doa bintang untuk ikan”..
Aku masih menikmati luka itu, sedang mencari boneka ikan dan bintang, parfum yang ku bilang bau mayat, tempat yang pernah dilewati..
Cuma menghadiri kelulusan teman ku yang belum sanggup ku lakukan.. karena jelas itu menyedihkan mengingat aku “sengaja berusaha mencari dalih” batal ke Jakarta..
Aku hanya butuh Allah menjawab dengan keajaiban..
Terimakasih membuatku indah, walau tak indah..














Secangkir Teh Manis Hangat di Meja

Pagi yang dingin ini, seperti biasa.. secangkir   teh manis hangat itu menyambut ku
Uap yang mengepul diatasnya melambaikan kehangatan yang tiada terkira
Tapi ternyata ada yang berbeda ketika tangan ku menyentuh sudut cangkirnya
Kehangatan yang melebihi biasanya
Ku nikmati sentuhan jemari ku di dinding luar cangkir
Mata ku masih terpaku memandang jelas ke dalam dasar cangkir
Apa yang terjadi?
Tapi ku menemukan jawabannya di sudut hatiku
Secangkir teh ini memang biasa ku nikmati setiap mengawali hari
Kepenatan, keengganan dan perasaan negatif sedikit berkurang
Karena ku mau menikmati hari dengan senyuman bahagia
Tak ku sangka, pagi ini secangkir teh ini menguatkan ku
Padahal hampir saja ku hentikan rasa ini, karena tak percaya lagi pada secangkir minuman berwarna gelap ini
Ternyata kehadirannya kini dikuatkan dengan senyum pemberinya yang lama ku rindu
Senyum dan secangkir teh manis hangat adalah kombinasi yang cantik
Hati ku tak hanya berbunga, tapi juga berwarna
Derai tawa yang ku cari selama ini ada padanya
Barisan gigi yang rapi ditambah satu gigi yang memaksa tumbuh
Ku sebut itu gingsul termanis, dan semakin manis saat meminum secangkir teh yang diseduhnya
Aku terpesona dengan rasa ini, dia jadi jawaban air mata ku kemarin
Meyakinkan ku memang pantas menggenggamnya sebagai bintang biru
Tak sekedar memandangnya dari kejauhan dan dalam sepi
Ku bisa menari di tiap pijakan kaki ku karenanya
Saat mengingat secangkir teh itu aku merasa cantik
Semakin ku pandangi, semakin manis dan hangat
Aku menikmati tanpa ketagihan, karena dia tahu kapan harus memaniskan kapan harus menghangatkan..
Dia pesona di antara gemintang yang tersenyum memandang saat bercengkrama dan tertawa
Di balik pepohonan kembar, kita menembus malam
Karena enggan beranjak dari rinai bahagia ini
Aku hanya ingin duduk menengahi kerlip bintang sebagai ratu yang melengkapi gemerlap istana raja
Menyulam bersama nyanyian alam dan tarian detik
Cukup duduk disamping ku, kita kembali saling memintal pinta pada sang Maha
Merangkai mimpi bersama, bunga surga yang indahnya menembus cakrawala dan wangi ke dalam sukma
Hatiku hanya ku ingin jaga untuk secangkir teh manis hangat yang selalu menjaga manis dan hangatnya untuk kebaikan
Terima kasih telah memaniskan dan menghangatkan hati ku yang nyaris dingin
Secangkir teh manis hangat di meja sudut kamar sofi ..


Terimakasih atas detik indah berharga bersamanya, semoga dimudahkan dan disegerakan apapun yang diinginkan, jaga dirinya…
Aku kan kembali menanti bintang biru pada detik yang indah akan saling menyenangkan dan melengkapi… 18 mei -18 okt 2012

Senin, 15 Oktober 2012

pelangi alangkah indah mu


Lembaran ini aku warna di tengah malam
Dingin dan sepi
Hanya tarian jemari ku yang menjelaskan arti semua yang terjadi
Sang Maha terlalu gemilang
Pelangi yang bertahta usai tangisan hujan membuat ku mulai percaya
Bahwa hidup ini sebuah kata-kata yang indah
Indahnya menyemarakkan lantunan sepiku
Sebelumnya aku tak pernah tahu, bila pelangi dipandang dengan sebuah senyuman
Akan tampak berwarna di hati
Dan aku disadarkan, posisi ku memandang pelangi ini kurang pas
Aku hanya miliki cinta Mu, hanya itu alasan ku bertahan
Untaian kata yang terucap, membuatku mudah tersipu
Kata yang tertulis, membuat ku terharu
Dicipta sepasang kupu-kupu elok yang anggun mengepak
Mudah dilihat namun tak mudah ditangkap
Usianya pun singkat, setelah tugasnya selesai mewarnai taman, ia kan mati
Menyadari bahwa napas kita membawa tugas, merangkai hati yang terserak
Aku hanya ingin menjadi sekuntum bunga surga
Mewangikan jagad, mewarnai surga, mengindahkan pecinta Mu
Terimakasihcinta, membawa aku pada tepian pelangi..

Sudut hati, gerbang Yogyakarta 02.02

AzzahroJannah

Sabtu, 13 Oktober 2012

cinta cipta cita



Awal Romadon 1430, aku mengalami proses Leadership Advance Training Pelajar Islam Indonesia (PII). Perjalanan meninggalkan pulau dewata, kota Denpasar sendirian pertama kalinya. Hanya modal niat memperbaiki diri, bukan uang atau ilmu apapun. Atas Arrohman bisa terbang dengan sebuah pesawat ke ibu kota, Jakarta. Menjejakkan kaki di tugu monumen nasional dengan masih mengenakan seragam kantor. Ya, aku telah bekerja di sebuah Bank Perkreditan Rakyat yang katanya syari’ah. Bermuka tebal meminta ijin sepekan untuk dapat hadir di acara yang telah tertunda 2 tahun.
Proses pelatihan tidak sepenuhnya sesuai harapan, ingin kembali pulang karena masalah teknis yang cukup mempengaruhi kenyamanan. Diantara kecewa dan derai tangis, aku hubungi seorang teman yang memberikan mandat keberangkatan ku. “aku ingin pulang”, kata ku di ujung telpon. “Inget, Bali butuh kader instruktur. “Dimaklumi aja”, kata teman ku ini menghentikan derai di pipi. Dengan berat hati dan terserak ku coba menjalani proses.
Setelah dilantik, “inget ya, kiprah mu ditunggu di Bali”. Ucapan instruktur yang mendampingi ku ini seperti lemparan bongkahan gunung di pundak ku. Bali sebagai pulau dewata adalah ranah da’wah yang luar biasa. Sesampai di rumah kembali, badan ku ambruk kelelahan. Lelah pelatihan yang standar gizi apa adanya, istirahat tidak normal, perjalanan kereta Jakarta-Denpasar hampir 30 jam lebih. Badan ku kaget. Ditambah amanah yang harus ku jalani. Aku mencoba menata hidup yang berserakan. Repihan ku bangun untuk memperbaiki laku yang tersalah. Agar terus belajar istiqomah dalam kebaikan. Pelatihan ini menjadi titik balik aku “menemukan” Allah.
“Membangun repihan hati untuk menjadi ksatria langit”
Suasana hati dan kantor tempat ku bekerja sudah tak nyaman lagi, akhir bulan aku mengundurkan diri agar lebih mudah mengatur hidup. Sebab ternyata aku bukan orang yang sabar pada rutinitas yang monoton. Aku menemukan petualangan baru dalam hidup ku. Membuka lembaran bumi lain untuk belajar kehidupan. 2 bulan tanpa pekerjaan, ibu menawarkan untuk mengajar anak-anak sekitaran rumah dan menjaga sebuah toko buku Pak De.
Tangisan dan kelelahan pun tak hilang menyergap, anak-anak yang sulit diatur menguji kesabaran. Membaca di toko buku membuat semakin banyak aku membuka jendela dunia. Tak terasa 1 tahun perjalanan ini. Gempa yang terjadi di Padang, Sumatera Barat membuat aku kembali menjejakkan langkah. Bersama tim Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan 8. Perjalanan Denpasar-Jakarta dengan pesawat penerbangan terakhir membuat aku bermalam di musola bandara, karena tak ada kendaraan umum di tengah malam dan penjemput tak ada kabar. Jakarta-Padang dengan bus yang hampir 48 jam perjalanan. Serasa kaki menjadi tebal, tak banyak bergerak. Aku mendampingi anak-anak yang trauma bencana. Belajar sabar dan syukur dari apa yang kita lihat. Kembali ke jakarta dengan “angkot udara” alias hercules. Berasa relawan tingkat internasional... Sekembalinya aku mampir di kota kembang, Bandung. Tempat yang entah kenapa begitu indah di hati ku. Aku melewati detik ke 21 tahun yang indah disini. Kemudian ke tempat lahir ku Pasuruan, Jawa Timur. Tiap perjalanan selalu mengajarkan hal luar biasa untuk menjadi pribadi hebat.
Saat aku kembali ke rumah, aku fokus merintis pendidikan alternatif “education fun”, pembelajaran menyenangkan untuk privat. 2 tahun merintis pendidikan alternatif ditambah beberapa kali menjadi instruktur pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII) membangun benih kepedulian terhadap anak-anak. Anak yang mengalami boken heart, broken home n broken society. Aku ingin bisa punya peran dalam membangun anak yang mencari dirinya di tengah arus yang harus dilewati. Karena mereka juga berperan untuk membangun kebahagiaan dirinya tanpa harus meratapi keadaan lingkungan pembentuknya.
Tidak terus menerus menyalahkan keadaan, tapi mengubah keadaan jadi lebih baik dari sebelumnya.
Ketika taqdir memberikan jalan menjejak di kota Pelajar, Yogyakarta 1433 aku pun enggan melepas dunia anak-anak. Ada yang hilang bila tidak mengajar dan bertemu anak-anak. Membina sebuah panti asuhan di lereng merapi, diskusi masyarakat kampung bantaran kali Code, dan tentu saja belajar privat yang menyenangkan. Sepertinya aku diarahkan untuk mendedikasikan diri pada perempuan dan anak. Tiap permasalahan yang menyangkut perempuan dan anak, rasanya ingin segera eksekusi menyelesaikan. Sekolah Pasar sebagai pendidikan masyarakat melengkapi proses pemahaman ku terhadap pendidikan alternatif berbasis kebutuhan. Disini pun aku bertemu dengan para “Khodijah”, pengusaha perempuan yang mengabdikan hidup menjadi pahlawan keluarga. Pendidikan yang tak sekedar mengejar angka semata. Namun nilai-nilai menjadi manusia yang membesarkan kehidupan.
Membangun kerajaan Al Khonsa yang akan membuat peran perempuan kembali pada perannya membesarkan kehidupan anak-anak dunia. Agar anak tak kehilangan dirinya di tengah sahara kehidupan.
Membina Rumah Senyum untuk mencipta keluarga-keluarga yang indah. Ayah seperti Ibrohim dan Luqman, Bunda seperti Khodijah dan Hajar, anak luar biasa seperti Kholid bin Walid dan Muhammad Al Fatih juga Fatimah binti Muhammad. Anak biologis dan ideologis adalah investasi amal jariyah untuk penerus karya di dunia dan mewangikan di surga.
 Menjadikan Kampoeng Peladjar sebagai rumah belajar anak yang ingin menjejak mimpi dan berani mewujudkannya. Pelajar kreatif akan menjadikan masa depan bangsa lebih berani mewujudkan kebaikan. Bukan hanya karena keterbatasan kita menyerah, tapi karena tugas kita sebagai pembelajar hingga napas terkahir.

Impian akan menjadi indah bila dipersembahkan untuk mengabdi pada Maha Hidup dan kebermanfaatan pada kehidupan. Jejak kehidupan yang kita tinggalkan akan menjadi prasasti cinta pada Maha Cinta. Terima kasih cinta, telah mencintai ku dan mengajarkan makna cinta dalam karya.
Azzahro Jannah, mewangikan dunia dengan mengindahkan jejak langit di tiap langkah.

Jumat, 12 Oktober 2012

denting cinta


Bismillahirrahmanirrahim
Bunda Hajar

Semerbak wanginya semua calon penghuni surga mengenalnya, lembaran kisahnya sering kita dengar atau baca. Dan tepi hari ini, aku membuka kembali lembaran kisah itu. Seketika aku ingin menggerakkan jemariku untuk kembali merenungi satu kisah cinta abadi dari sang Maha Cinta. Diabadikan dalam ayat cinta-Nya dan tiap waktu menjadi jalan napak tilas Shafa juga Marwa. Aku bukan seorang yang sanggup menuangkan kembali Maha Karya dari kisah ini. Terlalu indah hingga membuat ku tak mampu melajutkan ke halaman berikutnya.
Bunda Hajar hanya seorang budak di mata manusia, namun bidadari surga di mata Penciptanya. Saat Bunda Hajar tak mampu menolong dirinya sendiri di tengah perbudakan yang membawanya ke dalam istana Ayahanda Ibrahim As, bapak para nabi. Kehadirannya merenggut kecemburuan Bunda Sarah saat akhirnya bergerak seorang bayi laki-laki yang terlahir darinya.
Ayahanda Ibrahim As memahami situasi ini, yang membuatnya mengabulkan keinginan Bunda Sarah untuk menjauhkan Bunda Hajar dan sang bayi yang berpuluh tahun dirindui. Perpisahan ini menyisakan setitik pedih, Ayahanda Ibrahim As yang tiap langkahnya adalah titah Penciptanya. Ayahanda Ibrahim As mengantarkan Bunda Hajar dengan sang bayi Ismail As yang masih merah. Tanpa kata sepatah pun. Melangkah hingga di tempat terasing yang tandus hanya dengan perbekalan seadanya dan sebuah tenda sederhana tempat bernaung sementara. Kembali, karena cinta Ayahanda Ibrahim As yang begitu mengakar pada Penciptanya.. Ayahanda Ibrahim As meninggalkan Bunda Hajar dan putra terkasih Ismail As tanpa kata dan tanpa menoleh. Panggilan Bunda Hajar tak membuatnya menghentikan langkah, bukan karena tak lagi peduli tapi lebih untuk menguatkan hati dan menutupi sudut bening dari matanya yang hampir mengalir. “Apa ini perintah Allah?”  tanya Bunda Hajar mencoba memahami keadaan. “Ya” jawab Ayahanda Ibrahim As singkat, sekali lagi tanpa menatap Bunda Hajar. Seketika kekuatan hati Bunda Hajar terhimpun..
Di tengah sahara, menghidupi diri dan putra terkasih Ismail As hanya bergantung pada Penciptanya. Hati ku tak sekedar gerimis, tapi membadai. Beratnya ujian cinta ini juga diabadikan dengan pancaran zam-zam yang hingga detik ini kita mampu rasakan kesejukannya. Semakin berat ujian, semakin indah akhirnya. Semakin terasa pahit, semakin terasa manis penutupnya. Semakin gelap jalannya, semakin berwarna ujungnya.
Dan tiap kali aku merasa jatuh terperosok dalam berat, pahit dan gelapnya ujian di depan ku, aku mencoba mengingat Maha Karya Cinta ini. Keimanan yang tipis ini tak seberapa bila disandingkan dengan indahnya kekuatan hati Bunda Hajar dan Ayahanda Ibrahim As. Bahasa hati hanya dipahami oleh hati. Maafkan bila hati ini ternyata masih tak mampu memahami bahasa hati dengan baik.

 2012 05.41 sudut kota Yogyakarta. Tepi hari di ujung hati yang mencoba memahami impian seorang lumut yang ingin mengubah dirinya secantik bintang laut di mata ikan di membiru laut yang mungkin mebuatku tak lagi mampu melihatnya lagi seperti dulu. Terimakasih telah mengijinkan ku sesaat menemani. Semoga dirimu selalu diberkahi cinta Arrahman. Azzahro Jannah.

Kamis, 11 Oktober 2012

MERAPIKAN MERAPI KU, MENGISTIMEWAKAN INDONESIA

 Hari ini semua peserta “Young Leader Talk” Yogyakarta berkumpul di stasiun Tugu yang hangat dengan secangkir kopi joss, secangkir kopi yang dicampur arang panas. Minuman khas ini belum pernah ku tahu. Dan memang katanya jadi citra tempat ini. Hari semakin malam, tapi pengunjung makin padat, kami duduk di bawah pepohonan pinggir jalan. Main kartu dengan strategi psywar, warewolf kita sebut.
    “Pesan apa?” sambut pedagang kopi yang kami dekati
    Sambil menikmati seduhan kopi unik ini, kita menerjang malam dengan permainan warewolf. Tawa, gregetan, jengkel karena salah strategi permainan menjadi warna tersendiri. Kesan yang jarang ku dapat dari teman-teman komunitas lain.
    “coba percaya, bukan saya yang melakukan” pernyataan Hadi yang polos lengkap dengan wajah yang lugu, tak juga membuat yang lain percaya
    “sayang sekali, Hadi harus mati dan keluar dari permainan” kata-kata moderator membuat Hadi yang pemain baru sedih.
    Begitulah malam pertemuan awal kami dalam acara ini. Selanjutnya dilanjutkan berfoto malam di Tugu Yogyakarta, berfoto tengah malam tepatnya. Kegiatan berfoto ini agak cukup mengganggu arus lalu lintas, karean memang mengambil banyak ruang jalan. Banyak wisatawan yang juga mengambil tempat ini. Wajah ku yang memang agak lelah, ku paksa tersenyum saat jepretan kamera mengambil gambar kami bersama. Setelah puas, wisma sofi kontrakan ku di kota pelajar ini menyambutku dan beberapa teman luar kota Yogyakarta yang memilih menginap disini.
    Keesokan pagi, kami janjian bertemu di nol kilometer, dekat Benteng Vredeburg.
    “jam berapa ini??” tegur Hariz, ketua acara padaku yang terlambat datang
    “hehe..” jawabku sambil menangkupkan kedua tangan ku tanda minta maaf
    Ternyata memang mengkonsep acara tepat waktu, punya tantangan sendiri. Setelah semua peserta berkumpul, kami masuk ke dalam Benteng Vredeburg. Sebagai salah satu tempat bersejarah kota Yogyakarta. Hingga waktu makan siang tiba, kami beristirahat di kampung religi Kauman. Awal pergerakan kependidikan Indonesia, yang kini menjadi tempat yang sarat sejarah.
    Di sela acara, aku pergi dengan Randi untuk membeli beberapa bahan makanan yang akan digunakan besok. Kami berkeliling kota mencari warung-warung kelontong yang menjual bahan pokok sehari-hari. Ternyata amat sulit mencari, lebih mudah mencari retail franchise 24 jam. Apa perlahan pasar tradisional pun harus mengalah dengan modernitas? Akhir harapan kami hanya pasar tradisional Beringharjo yang letaknya dekat dengan pusat perbelanjaan Malioboro. Pasar tradisional ini amat luas dan cukup sulit untuk sekedar mencari tempat parkir. Panas, gerah dan melelahkan, itu perasaan yang ku rasakan. Ditambah lagi, hari ini libur panjang akhir pecan. Lengkap sudah kemacetan siang ini. Ku harap suatu saat, akan bisa nyaman berbelanja di pasar tradisional. Karena kata salah satu teman ku pernah berkata “pasar tradisinal adalah salah satu asset budaya Indonesia”. Karena itu memang pantas diperhatikan.
    Peserta diajak berkeliling perkampungan religi ini. Peserta luar Yogyakarta amat antusias. Karena pembagian tugas, aku pun harus beranjak duluan menuju Cangkringan. Salah satu tempat yang nanti malam kami tinggali. Aku dan beberapa teman yang lebih awal datang di lokasi mencari kayu bakar yang digunakan untuk api unggun. Aku menapaki gurun pasir yang terbentuk karena wedus gembel tahun lalu. Tempat ini benar-benar eksotis bila dipandang, walau ada cerita sedih di balik timbunan pasir ini. Aku terpaku menatap beberapa orang laki-laki yang menghancurkan batu-batu besar untuk dijual dengan ukuran kecil yang harganya tak sebanding dengan tenaga yang tercurah.
    “pahlawan keluarga” bisik ku sendiri.
Napas ku nyaris melambat. Bongkahan batu sebesar itu dihancurkan hanya dengan alat tangan sederhana, tanpa mesin. Gurun pasir yang ku pijak adalah desa di pinggir kali Gendol yang lenyap tanpa jejak. Ya, aku menginjak atap-atap rumah yang tertutup pasir merapi. Hati ku miris, kuasa sang Maha melakukan yang dikehendakinya. Kita terlalu kecil tak bernilai jika hidup tanpa makna.
    Cahaya senja menatap ku di balik arakan awan yang membentuk siluet, aku tahu ada padaNya semua kehendak. Derak langkah ku diantar  pasir yang beberapa bulan lalu masih terasa hangat. Kedua mata ini hanya mampu memandang takjub kuasa alam yang terbentuk. Aku merasa tergerak untuk kembali memaknai hidup.
“Seberapa jauh kebermanfaatan kita pada hidup?”
“Seberapa kualitas kita dalam menjalani hidup yang ternyata tak lama ini?”
    Beberapa pertanyaan lain berputar di benak ku. Hingga gelap malam menghampiri, bapak yang rumahnya kami tumpangi seketika memanen singkong yang telah setahun ini tumbuh di halaman rumahnya. Singkong ini kami akan bakar nanti saat api unggun. Cukup lama kami menanti peserta yang tiba lokasi. Setelah sampai kami langsung mengkondisikan ke lokasi api unggun.
    Malam ini kami lewati dengan saling berbagi kearifan tentang bagaimana memaknai hidup. Suasana terasa hangat di tengah hembusan malam angin gunung karena api unggun dan kisah hidup yang kami lalui. Semua peserta disini saling berbagi pengalaman hidup yang ku kira itu sebuah perjalanan berharga. Cara sang pemilik hidup mendewasakan kita di tiap episode hidup yang kita lalui.
    Ternyata orang-orang yang duduk bersama ku malam ini, adalah orang-orang luar biasa yang menjadi pahlawan untuk dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya. Bertahan di tengah keterbatasan untuk sebuah arti. Tak banyak ku kira orang-orang seperti ini. Kita sekarang terjebak dengan budaya yang hanya memikirkan diri sendiri.
    Waktu telah menunjukkan tengah malam, beberapa panitia penyelenggara kegiatan yang berasal dari Yogyakarta rapat kordinasi untuk rencana esok hari.
    “kita kordinasikan untuk kegiatan besok, apa saja yang diperlukan?” Tanya Hariz membuka rapat
    “kita masak untuk menu besok pagi, hanya aku sendirian. Apa ada diantara teman-teman yang bersedia membantu?” Tanya ku di sela rapat
    Beberapa teman yang mau membantu menyiapkan sarapan untuk besok pagi harus siap tidak tidur semalaman nampaknya. Sebab di lokasi hanya terdapat tiga tungku kayu bakar. Buat kami yang tidak terbiasa hal ini menjadi tantangan luar biasa.
    “kita bagi tugas ya, Gilang yang menjaga api di tungku agar tetap menyala. Mita dan aku yang menyiapkan sayuran, dan Hariz membantu menanak nasi dan mencuci beberapa alat masak” pinta ku pada tim koki malam itu.
    Untuk menjaga agar tidak mengantuk, kami saling bercanda dan tertawa. Karena memang bukan pekerjaan mudah buat ku yang baru mampu memasak untuk ukuran keluarga kecil. Disini aku ditantang untuk menyiapkan porsi besar dengan tim koki yang belum berpengalaman. Banyak hal lucu yang terjadi malam itu. Dari proses menyiapkan api yang mampu bertahan saja sudah hampir satu jam. Memotong bawang hingga berlinang air mata. Memotong bahan sayuran yang berukuran besar-besar, tidak untuk tumisan. Panci yang kita gunakan menghitam berjelaga. Sebuah cerita yang unik. Dan benar saja, hingga ayam berkokok baru prosesi masak-memasak ini selesai.
    “hua..rasanya mau menangis, melelahkan sekali” ucap ku menutup sesi masak malam ini
    Ini menjadi renungan tersendiri buat ku yang selama ini hidup serba praktis. Ternyata di belahan bumi lain masih banyak hal yang belum ku lihat. Pengalaman memasak semalam suntuk yang mungkin tak akan ku dapatkan di tempat lain.
    Saat teman-teman berbagi kearifan pagi, aku sudah tak mampu lagi menahan beratnya kelopak mata yang ingin istirahat. Aku pun tidur sekenanya dengan berselimut jaket. Setelah berbagi kearifan, teman-teman bersiap untuk ke lokasi outbound dengan anak-anak sekitar. Tanpa alasan yang jelas, aku dibangunkan. Padahal aku tidak punya tugas pagi ini, badan ku terasa dingin, agak kurang enak. Tapi ku paksa diri untuk ikut ke lokasi outbound dengan teman-teman lain.
    Bermain dengan  anak-anak yang masih polos ada kesan tersendiri. Keceriaan yang jarang ditemui pada anak-anak daerah perkotaan yang punya beban lebih dalam perkembangannya sebagai anak. Kurang ruang dan waktu bermain menikmati masa kecil. Outbound ini menyusuri sungai sehingga semua anak menjadi basah kuyup.
    “mau kemana?” Tanya ku pada Doni yang berjalan bersama seorang anak
    “ada acara keluarga, jadi harus pulang” jawab Doni
    Yang ku lihat dari anak ini, dia tak nyaman dengan situasi yang memungkinkan berkotor-kotor dan basah jika akan merusak penampilannya. “Anak ini unik”, batin ku. Dia berbeda dari temannya yang lain. Dan yang ku tahu, seorang pemimpin itu berani berbeda dari yang lain. Walau terkadang harus terasing.
    Waktu semakin terik, semua permainan telah selesai dilewati anak-anak. Teman-teman juga sudah tampak lelah.
    “ayo, sudah siang. Kita siap-siap kembali”, ucap ku pada teman-teman
    Kami pun berpamitan kepada warga tempat kami  tinggal. Bersiap-siap kembali ke kehidupan nyata. Ya, ku sebut selama disini kehidupan yang berbeda. Kehidupan rutinitas yang kita lalui cenderung membuat kita lupa kembali memaknai hidup. Kita membutuhkan masa untuk merasakan atmosfer kehidupan orang lain yang berbeda. Agar kita dapat merasakan syukur. Bertemu dengan orang berbeda karakter memperkaya hidup kita dengan warna-warni.
    Hari ini menjadi salah satu episode luar biasa yang lalui bersama dengan orang-orang luar biasa. Teman-teman dan masyarakat luar biasa yang mengajari ku tentang makna hidup. Karena sering kali kita merasa paling menderita ketika ditimpa sesuatu yang kurang menyenangkan. Padahal, kalau saja kita mau sedikit saja menengok jendela terluar dari pandangan kita yang amat terbatas ini, kita dapat menemui hal-hal yang tidak diajarkan di sekolah-sekolah.
    Kami pulang dengan satu kenangan manis tentang arti kehidupan. Seperti Einstein katakan, “bukan karena aku pintar aku bisa menyelesaikan masalah, tapi karena aku mampu bertahan dalam masalah itu”. Dengan masalah yang kita hadapi, kita akan mengalami satu tingkatan yang lebih baik dari sebelumnya. Ini cara sang Maha Kuasa mengajari kita tujuan hidup kita adalah untuk kebermanfaatan untuk sesama.
   

Tulisan ini didedikasikan untuk para pahlawan keluarga dan teman-teman YLT Yogya yang “memaksa” ku ikut kegiatan luar biasa ini.


Rabu, 10 Oktober 2012

BUKU THE SECRET OF SYUKUR KARYA ZAKI ZAMANI




                     
Hanya dengan syukur manusia menjadi lebih mudah menjalani hidup. Di tengah problematika hidup manusia, syukur menjadi solusi utama. Sebagaimanapun kondisi yang terjadi dalam hidup manusia, ini cara “komunikasi” Allah pada hamba-Nya. Ujian tidak hanya dalam  kesedihan, dalam kebahagiaan pun merupakan ujian. Apa kita tetap mampu bersyukur pada Allah yang memudahkan hidup? Kecenderungan manusia adalah mengeluh dan mencari hal yang belum dimilikinya. Syukur menjadi keberterimaan kita terhadap apa-apa yang sudah ditulis di Lauhul Mahfudz. Rasa syukur kita bukannya untuk kepentingan Allah, tapi untuk kepentingan kita sendiri. Manfaat nyata syukur selain salah satu bentuk berterimakasih pada Allah, sisi psikologis seseorang yang bersyukur akan lebih optimis menjalankan hidup.
Kita lebih mudah menyalahkan keadaan, orang lain bahkan Allah di tiap kejadian yang tidak menyenangkan. Kita jarang introspeksi diri, mungkin ada kesalahan kita pada kejadian yang terjadi. Menyengajakan bersyukur tiap harinya mampu membuat kita lebih melihat apa yang kita punya, bukannya yang belum kita punya. Kita akan merasa cukup, meningkatkan prasangka baik pada Allah, hati tenang menghadapi hidup. Rasulullah SAW yang telah diampuni Allah (ma’sum) saja mampu bersyukur hingga kakinya bengkak saat sholat. Demikian indahnya teladan beliau, kita masih enggan besyukur.   
Buku ini merupakan salah satu buku ringan yang mudah dibaca dalam sekali waktu. Penyajian bahasa yang mudah dipahami. Dalam tiap babnya menjelaskan hikmah-hikmah manusia dalam bersyukur.  Penulis banyak mengambil referensi dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, sebagai rujukan utama dalam kajian  keislaman. Walaupun buku ini kurang menjabarkan contoh kontekstual yang terjadi kini. Bagaimana menyikapi hidup di tengah berbagai hal yang terjadi, tetapi kita tetap bisa bersyukur? Penulis masih sangat terpaku pada konsep tekstual yang masih bisa dieksplorasi semaksimal mungkin. Sebab teks Al-Qur’an memiliki keluasan interpretasi yang membuat dapat dikaji secara lebih mendalam. Sehingga energy dahsyat dari syukur dari dirasakan pembaca sebagai “penyengat” untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang disampaikan penulis.  Namun buku ini juga bisa menjadi koleksi pelengkap khasanah ilmu, karena buku ini cukup menggugah.
Azzahro Jannah