Dua pagi kemarin,
pertemuan dengan enam orang rombongan dari pelajar Malaysia mengartikan akan
banyak hal. Perjalanan panjang yang dilakukan dari kota Bandung, Cirebon,
Semarang, Surabaya dan berakhir di tempat ku, Yogyakarta. Media yang selama ini
membuat kami “sedikit kurang terpengaruh” terhadap pemberitaan yang selama ini
berhembus. Dari masalah tenaga kerja hingga plagiasi membuat persaudaraan
menyimpan celah “keengganan”. Namun bila duduk bersama, kita akan paham semua
yang terjadi dan penilaian kita akan obyektif.
Di wisma sofie,
tempat tinggal penulis bersama dengan teman yang berjuang di PII (Pelajar Islam
Indonesia) kami menyambut kedatangan enam orang yang tdak kami kenal sama
sekali. Ah, memang wisma sofie akan menyaingi fenomena Dunia Sophie-nya. Banyak
cerita misterius yang hadir tanpa kita rencanakan, hanya hikmah di balik tiap
detik kejadian yang berlalu. Wisma sofie akan mengajarkan kita untuk terus
bijak dalam menyikapi makna kehidupan. Bukan hanya untuk diri kita sendiri,
tapi ada kerja-kerja besar yang menanti ditunaikan.
Karena harus
melewati ujian akhir semester di kampus perjuangan dan rapat Sekolah Pasar,
hari pertama kedatangan enam orang itu tak membuat aku punya kesempatan berlama
menemani. Hari ini hadir dengan menu Indonesia sebagai pembuka hari.
Kemudian di hari
kedua, disambut dengan menu Malaysia, hem sedap. Banyak kata Melayu yang asing
di telinga hingga kami agak pelan untuk dapat berkomunikasi. Dan semua
mengingatkan kami tentang sinema Upin dan Ipin yang ternyata putra Indonesia
juga punya andil didalamnya. Beberapa istilah yang ternyata tidak semakna
menjadi tawa tersendiri.
Obrolan-obrolan
singkat membuat kami jadi saling mengetahui banyak hal, bertukar file, berbagi
“cindera hati” –versi Malaysia atau “cindera mata” –versi Indonesia. Yang
mebuat tersentak adalah sebuah obrolan di lorong bandara, tentang jalan juang
kami. Di Malaysia yang begitu selektif memilih budaya yang masuk ke negri
kita. Nilai keislaman telah amat sangat menagakar dalam keseharian, namu yang
jadi kendala ternyata adlaha pemahaman terkait hikmah mengapa tritualitas itu
dijalankan? Berbeda dengan Indonesia yang dengan catatan khusus disebut negara
mayoritas muslim, namun masih terseok menajlanka Islam sebagai petunjuk hidup
yang sangat ilmiah. Banyak aturn dan sistem Islam relevan menjawab tantangan
jaman dan hidup, tapi kembali kita tidak terlalu percaya diri menjalankannya.
Tantangan Indonesia adalah kembali meluruskan ritualitas dengan semangat
religiusutas dalam ranah spiritualitas untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Slaha satu kutipan yang disampaikan,berasal dari seorang
yang sebelumnya bertemu dengan rombongan ini. “Membaca maka kamu mnegenal
dunia, menulis maka kamu dikenal dunia”. Pertemuan singkat yang amat bermakna.
Semoga di jalan juang ini, semakin banyak menyatukan persaudaraan karena
mencinati Maha Cinta…
Dalam sepoi, bandara yang menyapu rintik perpisahan kemarin
sipz,,, wah sayang aku gak jadi ketemu sma mereka,, hehe
BalasHapus