Sabtu, 02 Februari 2013

sahabat di jalan juang kami...

Dua pagi kemarin, pertemuan dengan enam orang rombongan dari pelajar Malaysia mengartikan akan banyak hal. Perjalanan panjang yang dilakukan dari kota Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan berakhir di tempat ku, Yogyakarta. Media yang selama ini membuat kami “sedikit kurang terpengaruh” terhadap pemberitaan yang selama ini berhembus. Dari masalah tenaga kerja hingga plagiasi membuat persaudaraan menyimpan celah “keengganan”. Namun bila duduk bersama, kita akan paham semua yang terjadi dan penilaian kita akan obyektif.
Di wisma sofie, tempat tinggal penulis bersama dengan teman yang berjuang di PII (Pelajar Islam Indonesia) kami menyambut kedatangan enam orang yang tdak kami kenal sama sekali. Ah, memang wisma sofie akan menyaingi fenomena Dunia Sophie-nya. Banyak cerita misterius yang hadir tanpa kita rencanakan, hanya hikmah di balik tiap detik kejadian yang berlalu. Wisma sofie akan mengajarkan kita untuk terus bijak dalam menyikapi makna kehidupan. Bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi ada kerja-kerja besar yang menanti ditunaikan.
Karena harus melewati ujian akhir semester di kampus perjuangan dan rapat Sekolah Pasar, hari pertama kedatangan enam orang itu tak membuat aku punya kesempatan berlama menemani. Hari ini hadir dengan menu Indonesia sebagai pembuka hari.
Kemudian di hari kedua, disambut dengan menu Malaysia, hem sedap. Banyak kata Melayu yang asing di telinga hingga kami agak pelan untuk dapat berkomunikasi. Dan semua mengingatkan kami tentang sinema Upin dan Ipin yang ternyata putra Indonesia juga punya andil didalamnya. Beberapa istilah yang ternyata tidak semakna menjadi tawa tersendiri.
Obrolan-obrolan singkat membuat kami jadi saling mengetahui banyak hal, bertukar file, berbagi “cindera hati” –versi Malaysia atau “cindera mata” –versi Indonesia. Yang mebuat tersentak adalah sebuah obrolan di lorong bandara, tentang jalan juang kami. Di Malaysia yang begitu selektif memilih budaya yang masuk ke negri kita. Nilai keislaman telah amat sangat menagakar dalam keseharian, namu yang jadi kendala ternyata adlaha pemahaman terkait hikmah mengapa tritualitas itu dijalankan? Berbeda dengan Indonesia yang dengan catatan khusus disebut negara mayoritas muslim, namun masih terseok menajlanka Islam sebagai petunjuk hidup yang sangat ilmiah. Banyak aturn dan sistem Islam relevan menjawab tantangan jaman dan hidup, tapi kembali kita tidak terlalu percaya diri menjalankannya. Tantangan Indonesia adalah kembali meluruskan ritualitas dengan semangat religiusutas dalam ranah spiritualitas untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Slaha satu kutipan yang disampaikan,berasal dari seorang yang sebelumnya bertemu dengan rombongan ini. “Membaca maka kamu mnegenal dunia, menulis maka kamu dikenal dunia”. Pertemuan singkat yang amat bermakna. Semoga di jalan juang ini, semakin banyak menyatukan persaudaraan karena mencinati Maha Cinta…

Dalam sepoi, bandara yang menyapu rintik perpisahan kemarin

1 komentar: