Assalamu’alaikum Laskar Pemimpin...
Hati ini merindukan keluhan teman-teman yang protes dengan segala yang
terjadi selama kita bertemu dan bicara. Kerinduan ini menggerakkan jemari ku
untuk menulis jejak kebersamaan kita yang indah, teman.
Aku mengawalinya dengan sebuah keputusan untuk ikut bergabung mengelola
pelatihan Al Azhar yang tanggalnya bertepatan dengan ujian tengah semester di
kampus. Ya, aku menyiapkan semua perkuliahan dan kehidupan pribadi ku untuk
dapat mendampingi para pemimpin yang luar biasa. aku tidak ingin setengah hati
menjalani apa yang ku cinta. Pelatihan PII dimana pun selalu menjadi kecintaan
ku. PII (Pelajar Islam Indonesia) menjadi bagian yang membentuk ku untuk lebih
memaknai hidup dengan perjuangan bagi anak-anak dunia.
Pelatihan kepemimpinan PII juga mengajari aku untuk memiliki keluarga
yang bersama bercita-cita untuk kehidupan yang lebih indah. Kali ini, pelatihan
PII berbeda dari biasanya. PII diundang Yayasan Pesantren Islam Al Azhar untuk
Latihan Lanjutan Kepemimpinan OSIS se-Indonesia, tentu akan berbeda
implementasi dari pelatihan PII yang biasa kami lakukan.
Tanggal 27 April 2013, kereta yang menjemput ku di stasiun Lempuyangan
Yogyakarta menjemput ku pukul 17.10. Padahal ku lihat di web PJ KA pukul 19.30,
jadi masih bisa menemani teman-teman di komunitas Sekolah Pasar Rakyat siaran
di Jogja TV. Ternyata pukul 16.00, teman-teman tim instruktur dari Jawa Timur
sudah berada di Solo. Artinya kurang lebih sejam sampai di stasiun Lempuyangan,
posisi ku saat ini di Wonosari Bantul. Akhirnya harus terpaksa meninggalkan
siaran teman-teman untuk dapat tepat waktu sampai di stasiun.
Alhamdulillah, tepat waktu dengan kereta api itu sungguh sesuatu J.
Ada Kang Mahrus, Yunda Dewi keduanya sudah kenal sebelumnya di Bali.
Yunda Rima dan Kang Adit pertama bertemu, ditambah dua orang ustadz tim Bahasa
Arab yang hingga kini saya tidak ingat namanya (maafkan daya ingat saya).
Sepanjang perjalanan berbincang banyak hal, ide-ide mengubah dunia bisa juga
menjadi topik seru di gerbong kereta api malam itu. Hingga menjelang tengah
malam, satu per satu kita tertidur. Alam bertasbih menemani jalan juang ini,
teman.
Pukul 02.00 dini hari, gerbong merapat di stasiun Pasar Senen. Tidur
hanya beberapa jam, kemudian melangkahkan kaki kecil ini menuju markas pelajar
terkeren versi PII di menteng raya 58 Jakarta Pusat. Mempertahankan mata hingga
dapat sholat subuh dengan berbincang di asrama PII wati yang imut. Dan esok
pagi langsung coaching instruktur dengan semua yang sudah hadir, Kang Afif, Kang
Helmi, Kang Erlan, Yunda Khusnul, Yunda Tika dan ustadzah Puput. Kecuali Yunda
Nani dan Yunda Femina yang sedang di perjalanan, kami berbincang menyiapkan
acara esok.
Gempita pembukaan acara Latihan Lanjutan Kepemimpinan di gedung kampus
pusat Al Azhar menyambut kami yang hadir dengan berbagai harapan di mata
peserta. Kami berangkat kemudian menuju Cigombong, Bogor di gedung diklat
Yayasan Pesantren Al Azhar. Sepanjang perjalanan menyiapkan hati dan meluruskan
niat ini untuk ibadah. Agar hati ini dikuatkan dengan segala uji dan coba yang
terjadi.
Udara sejuk menyambut kami serombongan orang yang ingin esok lebih
indah dengan warna-warni cita yang kami bangun. Kami masuk ke asrama untuk
merapikan barang yang kami bawa lalu menikmati makan siang di ruang makan,
walau tanpa diiringi hembusan angin dingin puncak yang ku harap. Hehe, Bogor
kini tidak sedingin kata orang. Lalu peserta diminta mengisi beberapa perangkat
untuk memenuhi persyaratan kepesertaan. Siang ini, pertama kalinya aku bertemu
dengan ke 29 anak yang akan belajar bersama selama empat hari ini.
Muhamad Raihan Fadilah
|
Muhammad Izzatul Wildan
|
Nurul
|
Anindita
|
Amanda Putri Charissa
|
Farah Almira Syahira
|
Nadindra Paramadeya Parwoko
|
Dita Savana Aqsalia
|
Shafira Fadillah
|
Laksita Ashiila Widanti
|
Lani Diana Paulus
|
Adela Damika Putri
|
Mecca Muncar Widyarifa
|
Muhammad Ghiffari Fachreziansyah
|
Farrel Akbar Ghifari
|
Muhammad Rizki Galuh Pratama
|
Muhammad Fauzan Daffairuzi
|
Maulana Gibran
|
Helmi Nur Syaifullah
|
Imam Reza Syachputra
|
Hazel Raditya Mizumareru
|
Alvan Defara Indrasta
|
Ananda Findez Amar
|
Muhammad Berdauno
|
Ghazy Prima Daffa
|
Reflian Krisna R.
|
Mutiara Ramadani
|
Muhammad Randi Susila Bakti
|
Muhammad Kenzo
|
Walau terkesan kurang manusiawi, ruangan yang disiapkan kurang kondusif
karena masing-masing kelompok akan saling menganggu dan jumlah anak yang
terlalu banyak. Aku mengkhawatirkan ada seorang anak saja yang tidak dapat saya
dampingi maksimal. Teman, tangan ini hanya terbatas kata untuk mengubah dunia.
Langkah kaki ini terlalu kecil untuk menjangkau impian di birunya langit. Hanya
keyakinan pada Maha Indah yang kan mengindahkan perjalanan ini pada pinta ku.
Dua rakaat sholat hajat memberi kekuatan dan keyakinan ikhtiar tangan dan kaki
ini. Insya Allah...
Maafkan bila ada nama yang salah dan tak teringat di memory ini. Namun
pertemuan kita akan menjadi lembar indah yang sulit terlupa teman...
Sore pertama ini, kita bertemu pertama kali sebagai kelompok 1. Aku
bersyukur, angka 1 selalu spesial untuk ku. Anak pertama yang lahir di hari pertama
bulan November, itu yang membuat aku mencintai angka 1 yang tidak akan ada
duanya. Di gazebo kita melingkar untuk berbincang rencana selama kegiatan di
sini. Perkenalan singkat dengan menceritakan tujuan datang menjadi pencairan
suasana di tembok hati kita masing-masing. Dan hal terindah adalah “LASKAR
PEMIMPIN” menjadi nama kelompok kita.
Kebanggaan hati kecil ini untuk ke 29 anak istimewa yang Allah titipkan
pada ku.
Aku melihat, mendengar, merasa, menghirup gelegak ruang kebaikan di
tiap tatapan, kata dan segala pikiran ketika duduk bersama ke 29 LASKAR
PEMIMPIN. Hingga kekesalan teman-teman ingin aku menyebut nama, Siti Aminah
Zubaidah yang memiliki 7 orang
“Muhammad” muda dan 22 orang sahabatnya. Gelar terkeren
yang aku miliki, tentu tak sekeren bila dibandingkan “jempol-jempol”. Hehe..
peace untuk observer kelompok 1 terunyu yang pernah bekerja sama dengan ku.
Ingin sebenarnya bercerita banyak hal, namun waktu kita berbatas. Dari
kejauhan hanya untaian doa yang bisa ku ucap, semoga LASKAR PEMIMPIN dapat
mengawali sebuah cita-cita yang ingin terwujud. Sebuah “Rumah Senyum” untuk
semua anak dunia yang broken home, broken society and broken family agar tetap
menginspirasi kehidupan dengan menjadi Abdillah yang membanggakan Penciptanya.
Semua yang di dapat selama kebersamaan kita tidak akan ada artinya
tanpa amal sholih yang kita upayakan. Dan di akhir pagi itu kita bersama
mengikat hati ini, agar tetap dapat bersilaturahim. Menjadikan diri sebagai
pemimpin yang mengubah dunia!! Bukan nama yang ingin aku ingat, tapi karya apa
yang kita tinggal untuk kehidupan? Tidak hanya sibuk pada permasalahan diri,
tapi kebermanfaatan kita untuk Islam. Semoga ini menjadi amal jariyah, anak
(ideologis) yang sholih dan ilmu yang bermanfaat.
Maafkan aku tidak bisa memberi lebih dari ini...
Terima kasih untuk ke 29 bintang yang berpijar di sudut kelam langit,
Allah sayang pada kita J dan pada tim instruktur yang luar biasa
mendampingi ku belajar.
Sebab dunia hanya untuk orang-orang yang mengistimewakan Allah dalam
tiap laku hidupnya.
Jejak
cinta Laskar Pemimpin “Khilda Maulidiah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar