4 Mei 1947
Tanggal ini sejarah
pergerakan pelajar Islam di Indonesia mulai bergerak dan berdetak. Dengan semangat
menyatukan dualisme pelajar. Antara pelajar santri yang membatasi keilmuan dan kajian
ritualitas Islam, namun lemah pada keilmuan teknologi dan perubahan social. Dan
pelajar sekolah umum yang sama sekali tidak menyentuh kajian Islam. Tokoh pelajar
ketika itu, Joesdi Ghazali dan teman-temannya yang hingga kini kita tidak mengetahui
sisi kehidupannya secara mendalam. Yang kita tahu hanya karya besarnya dalam jalan
dakwah ini, Pelajar Islam Indonesia (PII). Jalanku, jalan mu dan jalan kita.
Banyak tokoh besar
bangsa dididik melalui system kaderisasi yang terus mengembangkan diri untuk dapat
menjawab dinamika social. Pengembangan potensi diri untuk dapat menemukan jawaban
untuk apa kita hidup dan apa yang kita lakukan dalam hidup? Kemudian menerjemahkan
pada internalisasi keislaman pada keseharian sebagai implikasi penghambaan pada
Maha Pencipta.
Nilai-nilai yang
telah terinternalisasi ini kemudian di eksternalisasi melalui kebermanfaatan kita
di lingkungan sekitar kita. Seperti pohon yang membuahkan hasilnya untuk dimanfaatkan
bagi kehidupan yang lebih baik. Lalu beriring waktu kita akan memahami konseptualisasi
nilai Islam yang integral dan universal untuk menjadikan kita sebagai pengelola
dunia.
4 Mei 2013
Bergerak, terus bergerak…
PII oh PII dikau ku cinta.
Usia mu
menginjak tahun ke 66, berpeluh dan berdarah untuk perjuangan ini. Di hari bangkit
kali ini, kaki kecil kami menjejakkan kaki di kota Yogyakarta. Kota kelahiran sebuah
organisasi pelajar tertua di Indonesia. Namun, kita tidaklah ingin hanya romantisme
sejarah. Kami long march sepanjang jalan dari Masjid Syuhada hingga bundaran Universitas
Gadjah Mada. Masjid Syuhada yang merepresentasikan perdaban Islam dimulai dari
masjid, lembaga pendidikan, lembaga pengelolaan harta hingga perpustakaan. Yang
banyak kini, masjid tidak lagi mewakili suara masyarakat yang ingin perikehidupan
dan penghidupan yang lebih baik. Dan Universitas menjadi symbol peradaban pendidikan
di kota pelajar ini.
Kami bukan sekedar
orasi meneriakkan ketimpangan masalah dan kondisi pelajar. Kami menawarkan solusi
untuk dapat bersama-sama menolong bangkitnya pelajar Indonesia dari
“ketertindasan” pendidikan. Pelajar tidak hanya membutuhkan asupan kognitif,
afektif dan psikomotorisnya jugakering. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan sepenuh
hati, membangun semangat perjuangan untuk harapan esok lebih baik.
Kemudian kami
melanjutkan dengan seminar internasional di gedung Fakultas Ilmu Budaya dengan tema
“Budaya Melayu Budaya Islam” pembicara utama oleh Prof. Dr. Mohtar Naim. Kesederhanaan
rangkaian acara PII dimana pun selalu gempita dengan Lantunan lagu Indonesia
Raya yang beriring Mars PII. Diskusi
yang kembali berbatas waktu juga tak kurang menghiasi dinginnya gedung acara.
Acara sore kami,
semua mencari kegiatan masing-masing. Bersama beberapa teman, aku menemani menikmati
senja di kota Yogyakarta yang eksotik budaya. Berjalan dari Pojok Beteng Wetan hingga
Masjid Gedhe Kauman membuat kaki lecet dan terguyur rintik hujan. Pertama kali
berjalan kaki sejauh itu, lelahnya belum hilang dari Long March pagi tadi.
Seolah bentuk napak tilas…
Menemani makan camilan
dan menikmati mitos pohon beringin di alun-alun kidul, sholat di masjid Gedhe Kauman
tempat I’tikaf salah seorang pendiri PII dan aku menyerah untuk harus berjalan lagi
kembali ke Yayasan Kemaslahatan Ummat (YKU) sebagai markas PII Yogyakarta
Besar. Kami pun menumpang andong yang sangat kereeeen. Senangnya mengenang masa
kecil yang dulu sering naik cidomo di
Mataram NTB. Perjalanan melelahkan hari ini akan menjadi indah saat badan
lelap istirahat.
Hari kedua,
acara refleksi Hari Bangkit (Harba) di gedung DPRD Yogyakarta. Dihadiri beberapa
keluarga besar PII yang lama tak menghirup semangat perjuangan di PII. Dan pagi
ini, benar-benar mata ini berkaca-kaca dengan menyanyikan Indonesia Raya dan
Mars PII. Bersamatokoh-tokoh Indonesia yang juga pernah berjuang dalam PII.
Sorenya menikmati
Taman Sari, eksotika Keraton Yogyakarta. Makanbakso last order di jalan taman siswa
dan menikmati Tugu Yogyakarta di malam hari. Sekedar berfoto dan benar-benar menjadi
tour guide. Lalu menyewa odong-odong unyu di seputaran alun-alun kidul. Menikmati
lantunan pengamen yang merdu dengan segelas es susu. Sudah lama ingin ke Taman
Sari dan naik odong-odong akhirnya terwujud juga hari ini.J
Menemani jalan-jalan
tamu Yogyakarta ini memang tidak ada matinya, tengah malam kami semua meluncur ke
penginapan di Kaliurang. Menikmati dinginnya… Untuk besok paginya ke Plawangan taman
nasional. Air terjun yang berubah menjadi air merembes setelah erupsi merapi. Dan
terakhir ke makam Mbah Marijan yang membuat kulit terbakar dan kaki lelah mendaki
lembah.
Setiap
perjalanan selalu mengajarkan banyak hal untuk kita maknai. Karena hidup ini
terlalu indah bila kita tidak memaknainya dengan cara yang indah.
Tugas kita kini, tetap menjadikan PII sebagai pergerakan dakwah pelajar
atau hanya sebatas melanjutkan tanggung jawab sejarah.... Menajamkan kembali pisau analisa sosial untuk menjawabnya dengan sikap yang tepat.
Dan kenangan hari
ini menjejakkan banyak kisah, menikmati Yogyakarta sebagai awal sejarah kiprah
PII.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar