Pendidik, merupakan pilihan. Jalan yang kita pilih untuk
menggenapi tugas kemanusiaan kita. Dalam perjalanannya, kita diminta dan
dituntut mengerti. Setiap hal yang terjadi dan dialami selalu dimaknai dengan
hikmah. Hikmah yang mengantarkan kita pada sebuah makna. Menjadi manusia
sempurna yang Allah lihat. Kemudian mencukupi rizqi kehidupan yang telah
ditentukannya.
Orang tua, dewasa dengan hikmah. Instruktur, gelar sepanjang
usia yang terus disempurnakan dengan proses tiada henti.
Menjadi pembelajar, terus belajar, belajar terus. Hingga
tidak ada satupun tersisa untuk belajar. Seperti wasiat bunda Khodijah sebelum
menutup usianya, “bila tulang ku masih berguna untuk Islam, berikanlah”.
Seperti kata Kholid bin Walid, “lebih menyenangkan berdiri siaga menjaga
perbatasan daripada bersenang-senang dengan perempuan”. Seperti itu kira-kira
kalimat yang aku ingat tentang dua tokoh besar yang sangat mengagumkan.
Tadi, aku mendengar… Mengagumi orang yang telah tiada lebih
bijaksana. Karena kita dapat banyak belajar dari kerasnya hidup yang mereka
lalui hingga dapat memuliakan nama mereka. Sebab mengagumi orang yang masih
hidup banyak kecewanya.
Sejarah, mengajarkan kita banyak hal. Hingga kita dapat
lebih hati-hati melangkah. Dan lebih tajam menyiapkan masa depan.
Aku telah tidak memiliki apapun, hanya segenggam cita-cita
untuk menggenggam dunia yang masih membuat aku tetap tersenyum optimis. Menjadi
santri di pesantren, tinggal di kampung Inggris, bekerja di papua, belajar di
Malaysia dan Jerman, haji backpacker dengan suami, memberikan sekolah alam
untuk anak-anak, rumah senyum, kampung pelajar, kerajaan al khonsa,istri dan
ibu terbaik, anak dan kakak terbaik, guru peradaban yang terus bergerak
membangun peradaban demi Izzul Islam wal Muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar