Menunggu… sebuah kata kerja yang paling menyebalkan mungkin.
Banyak orang menghindari pekerjaan ini. Tidak terkecuali aku, berupaya
semaksimal mungkin untuk mengerjakan segala sesuatu tanpa perlu ada waktu
menunggu. Karena menunggu seolah waktu terbuang.
Tapi…
Di satu titik aku mengerti, menunggu tidak seburuk itu.
Menunggu untuk sebuah kebaikan artinya penuh pertimbangan dan tidak tergesa.
Dan, paling penting aku menyadari betapa emosionalnya kita yang tidak
menghargai arti menunggu.
Sejurus dengan itu, menanti lebih meliki makna mendalam.
Menanti jawaban tiap doa kita misalnya. Penantian dengan harap dan cemas.
Penantian yang teriring dengan ikhtiar maksimal. Dan, menanti artinya sedikit
bersabar. Iya, sedikit kesabaran untuk mencapai tujuan.
Sabar ya… Semua punya waktunya.
Semoga setiap urusan dimudahkan untuk menyiapkan hari
istimewa itu lebih tenang. Aamiin.
Jadi, menunggu atau menanti adalah mengantre giliran. Semua
hal akan dipergilirkan, lahir, menikah dan meninggal. Tinggal menyiapkan proses
terbaik yang mendekati kebaikan dari RidhoNya.
Mengawali dan mengakhiri sesuatu menjadi sebuah keniscayaan.
Proses antara awal dan akhir itu yang tidak semudah menunggu maupun menanti.
Kita harus memiliki kendali setiap apa yang terjadi. Tetap tenang dan bijaksana
melihat sesuatu. Agar setiap keputusan tindakan kita bermanfaat untuk banyak
hal.
Apa-apa yang berani kita mulai, kita juga harus berani
menyelesaikan.
Bertanggungjawab pada pilihan kita. Sesuatu di luar diri
kita hanya perantara rasa.
Dengan nama Allah, aku mengawali ini. Dan atas nama Allah
aku bertahan hingga batas waktunya telah usai.
Saat dimana keputusan yang tidak perlu ditanya lagi…
Senja Jogja, pertengahan Zulhijjah 1435 / menjelang tahun ke
26 masehi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar