Bismillahirrahmanirrahim
Kembali melewati senja di gerbong kereta, menikmati
perjalanan di temaram langit. Panggilan ini ku sebut panggilan jihad. Ke medan
juang yang mengajarkan banyak hal, meninggalkan dunia nyata sejenak. Kuliah,
kerja dan keluarga untuk sebuah asa. Gerakan kita semakin jelas, nyata dan
terarah.
Dan hujan… mendera atap stasiun tempat ku duduk menunggu
kereta malam yang mengantar ke ibu kota.
Kemudian terbang menuju tanah batak. Diiringi nyanyian mars dan hymne
kebesaran.
PII, oh PII dikau ku cinta.
Berbagai cita membangun ummat dengan segala kemampuan yang
ada. Belajar di tiap prosesnya… Letih kadang, tapi ketika melihat semangat
mereka belajar. Mereka yang menyimpan semangat perubahan dan pengubah menuju
Izzul Islam wal Muslimin. Sebuah gelegak idealism yang terbangun sejak pertama
mengenal gerakan ini. Ramadan 1425 / 2004 bertemu dan melihat kumpulan orang
aneh yang berjualan menu berbuka puasa di pinggir jalan. Aneh, kusebut aneh
karena pengguna jilbab di daerah kami disebut “makhluk sok suci, yang tak
bertelinga / berambut. Bahkan panggilan ninja dan pocong pun pernah”. Semangat
pertemanan ini sederhana, namun unik.
Di detik ini aku telah menyelesaikan lebih dari niat ku
berstruktur, dan mencapai purna menjadi seorang instruktur leadership advance
training. Dengan segala konsekuensi yang harus terus dibenturkan kemudian
sedikit berkompromi. Menunda ujian kuliah, menyimpan sejenak pekerjaan dan
meyakinkan pada keluarga bahwa aku punya cukup bekal dan baik-baik saja. Tidak
terasa,10 tahun mengenal gerakan ini banyak mengajarkan aku makna hidup. Hingga
di satu titik aku pernah berazam, “HIDUP ADALAH PERJUANGAN DAN BERHENTI
BERJUANG ADALAH BERHENTI HIDUP”. Tidak sedikit orang yang “luar” melihat aku
aneh. Ya, mungkin ini bagian dari konsekuensi berkumpul dengan orang aneh. Aneh
di jaman yang tidak lagi meilhat lebih dalam.
Al Ghurobaa’. Orang terasing. Semoga…
Di tengah penatnya bertahan hidup di tanah rantau kota
pendidikan, meninggalkan masa kecil di pulau para dewa. Hanya untuk menguatkan
keyakinan ku terhadap ajaran yang ku pilih dan yakini. Berkesempatan menginjak
ibu kota, tanah minang,tanah batak, tanah rencong dan tanah bugis. Tak habis ku
keliling 6 provinsi se-Jawa. Karawang, Sidoarjo, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Serang, Kebumen, Yogyakarta,
Magelang, Tegal dan entah mungkin ada lagi. Setiap perjalanan yang selalu
mengajarkan banyak hal. Semakin kesini, semakin nyata alas an mengapa hingga
kini masih berupaya bertahan. Ada dasar ideology yang kami perjuangkan. Walau
tidak dinafikkan internal masih banyak perlu koreksi. Masih perlu banyak
belajar.
Jangan tanya alamat ku, pasti akan ku beri alamat sesuai
dengan dimana ransel ku berada.
Diantara pemilihan RI 1 yang arahnya tidak jelas, dentuman
Gaza, kita harus terus bergerak. Atau mati, sahabat !!!
Perjalanan membentuk jejak ini mengajarkan aku untuk semakin
kuat berazam, kuat menggenggam bara api, kuat menahan perih. Memperjuangkan
Islam tidak hanya air mata dan peluh, tapi berdarah-darah. Semoga bertemu
dengan teman seperjuangan yang terus mendukung untuk tetap berjalan. Tetap
berjalan…
Kembali ku, pun saat senja beranjak. Meninggalkan idealisme
itu dalah sebuah ruang yang hanya dapat termanjakan dalam training. Hidup ini
nyata, teman. Kembali dalam kehidupan nyata artinya berkompromi antara
idealisme dan realitas. Selama itu tidak dosa… Jalan sajalah.
Terbang menembus langit malam kemudian mendarat untuk
melanjutkan jejak berikutnya…
Semoga mampu menutup amanah dengan menyiapkan pengganti yang
lebih kuat.
Yogyakarta, 3 Syawal 1345 / 30.7.2014
Sepulang marathon training
Leadership Intermediate Tegal – Jateng , akhir Sya’ban –
awal Ramadan 1435 / 22 – 29 Juni 2014
Leadership Basic Magelang – Jogbes, awal Ramadan 1435 / 30
Juni – 5 Juli 2014
Leadership Advance Medan – Sumut, tengah Ramadan / 11 Juli
2014 – selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar