Selasa, 18 Desember 2012

merindukan wangi perjuangan

“Perjuangan adalah tapak jejak yang kita tinggal untuk kehidupan”
Melangkahkan kaki untuk melihat apa yang kemarin telah berlalu. Kemudian menilai, apa semua yang terjadi sudah benar? Atau sudah baik? Bukan untuk sebuah dongeng, ini nyata kawan. Hidup menjadi ruang kita berjuang untuk “meyakinkan” Pencipta kita bahwa kita ada untuk suatu kebermanfaatan. Bibit yang baik dan tumbuh di tempat yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula. Pencipta kita Maha Baik, dunia yang kita kelola adalah tempat yang baik maka seharusnya karya tebaik yang kita buat.
Namun dalam perjalanannya, kebaikan itu berubah untuk setitik keburukan yang mencuri dengar. Kata mereka, kehadiran keburukan untuk melengkapi peran kebaikan. Apa iya, kita harus berterimakasih pada keburukan untuk mensyukuri kebaikan? Kehadiran keburukan untuk menguji cinta manusia pada Penciptanya. Apa benar yang dilakukannya adalah sebuah karya cinta atau sekedar bergerak tanpa arah?
Semalam pun, kita duduk berbicara tentang perkembangan fasilitas hidup yang meninggalkan jauh dibelakang akan aturan hidup itu sendri. Seolah ajaran tentang amanah kehidupan kita makin usang dan terpinggirkan jauh oleh majunya alat dan fasilitas. Dengar suara rintik di luar, dia adalah tanda Kemahaan tanpa perlu wujudnya hadir. Kita sudah mengerti, bila ciptaan mewakili Penciptanya. Pencipta tak pernah serupa dengan yang dicipta.
Perjuangan untuk menjadi seseorang yang membuat senyum Penciptanya. Terkadang kita harus meninggalkan apa itu hati, apa itu akal, apa itu jiwa? Keberadaan kita sebagai yang diciptakan adalah mewakilkan kebaikan yang indah untuk kehidupan. Berjuang untuk wanginya cinta dari Maha Cinta. Perjuangan hingga tak ada lagi ruang mengeluh, ruang bersedih. Hanya ada ruang kebahagiaan bertemu dengan rintik cintaNya.

Minggu, 16 Desember 2012

pencarian memaknai pendidikan


Pada 17 Agustus 1951, hanya 6 tahun setelah kemerdekaan RI, M. Natsir melalui sebuah artikelnya yang berjudul “Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawa Hanyut”, Natsir mengingatkan bahaya besar yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu mulai memudarnya semangat pengorbanan. Melalui artikelnya ini, Natsir menggambarkan betapa jauhnya kondisi manusia Indonesia pasca kemerdekaan dengan pra-kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan, kata Natsir, bangsa Indonesia sangat mencintai pengorbanan. Hanya enam tahun sesudah kemerdekaan, segalanya mulai berubah. Natsir menulis:“Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara  yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau… Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai…Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah… Tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya. Orang sudah mencari untuk dirinya sendiri, bukan mencari cita-cita yang diluar dirinya...”. Ungkapan Natsir yang telah mendapat gelar kepahlawanan ini, kiranya masih terjadi sekarang. Kita telah kesulitan untuk menemukan sosok pendidik yang benar-benar melakukan pengabdiannya hanya untuk mencerdaskan bangsanya. Jika hal ini terus-menerus tidak disikapi dengan bijak, maka masa depan bangsa kita terancam. Semua orang akan berinteraksi dengan asas untung dan rugi. Bila tidak mendapat keuntungan, maka interaksi itu tidak akan berjalan dengan baik.

Setiap pribadi kita memiliki peran dalam pendidikan sebagai pelanjut estafeta perjuangan. Masih belum terbangunnya kebanggaan sebagai pendidik di bangsa kita. Makna pendidik sekarang agak rancu dengan pengajar. Pendidik memiliki peran memanusiakan manusia untuk menuju manusia seutuhnya sesuai Amanah negara dalam Pasal 3 UU No. 20/2003, bahwa: “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sedangkan pengajar hanya mengajar dari tidak tahu menjadi tahu. Hanya menyentuh ranah kognitifnya saja. Afektif dan psikomotorik tidak menjadi perhatian, padahal antara kognitif, afektif dan psikomotorik haruslah berjalan bersamaan. Refleksi untuk para mahasiswa ilmu pendidikan yang menjadi bakal calon pendidik masa depan pun belum bisa mencerminkan profil ideal pendidik yang dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Pemahaman terhadap dasar-dasar ilmu pendidikan sendiri kurang menjadi perhatian. Padahal sebagai calon pendidik, kita seharusnya menghargai pendidikan dengan nilai setinggi-tingginya. Keberadaan kita yang membawa pengetahuan bukan sekedar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of value. Tidak sekedar mengejar nilai angka semata, namun nilai yang mampu kita aplikasikan dalam kehidupan sehar-hari sesuai amanah Undang-undang yaitu menjadi manusia seutuhnya. Pengkajian nilai-nilai ini masih sering diabaikan, sehingga kekhawatiran bangsa akan moral menjadi alasan terbentuknya konsepsi pendidikan berkarakter. Problem pendidikan kita sudah jauh amat kompleks. Dahulu, pendidikan kita yang masih terbatas alat dan fasilitas mampu membentuk karakter tangguh seperti HOS Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman dan tokoh-tokoh perjuangan bangsa yang lainnya. Mereka semua terbukti memberikan kontribusi nyata untuk bangsanya dengan idealisme yang dimilki. Tidak malah hanyut dengan realitas yang berbenturan idealisme. Namun sekarang, pendidikan kita yang telah dilengkapi dengan berbagai kemajuan teknologi dan fasilitas yang luar biasa masih belum membuktikan hasil yang diharapkan. Contoh sederhananya dengan adanya budaya mencontek, itu merupakan latihan dini untuk berani berbuat korupsi pada tataran yang lebih tinggi.

Belajar kembali memaknai pendidikan sebagai media pembentuk karekater pribadi yang mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan. Pendidik yang lemah dedikasinya akan membentuk anak didik yang lemah semangat belajarnya. Terus menerus belajar hingga akhir napas terhenti, meninggalkan dunia lebih baik dari awal ditemukan. Sebuah goresan dari pencarian makna pendidikan.

Kamis, 13 Desember 2012

Khalid bin Walid

KISAH MASUK ISLAMNYA KHALID BIN WALID ( PANGLIMA PERANG YANG TANGGUH)
Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Baju kebesarannya berkancingkan emas dan mahkota dikepalanya bertahtahkan berlian . Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun  ahli dalam menyusun strategi perang.  Pada waktu Perang UHUD melawan tentara Muslimin pimpinan Rosululloh SAW banyak  Suhada yang Syahid terbunuh ditangan Khalid bin Walid dengan dengan  Suara lantang diatas perbukitan  Khalid bin Walid berkata” Hai Muhammad kami sudah Menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini….lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda”. Rosululloh saw menjawab “Tidak aku yang menang dan engkau yang kalah Khalid …Mereka yang gugur adalah Syahid , sebenarnya mereka tidak mati wahai Khalid mereka hidupdisisi Alloh SWT penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan , mereka telah berhasil pindah alam dari dunia menuju akherat menuju surga Alloh karena membela Agama Alloh gugur sebagai syuhada akan tetapi Matinya tentaramu , matinya sebagai Kafir dan dimasukkan ke Neraka Jahannam. Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk kembali, sejak itu Khalid termenung terngiang selalu akan kata kata  Nabi Muhammad saw dan penasaran akan sosok Muhammad saw . Maka Khalid mengutus mata-mata ( intel ) untuk memantau dan mengamati aktivitas Muhammad Saw setelah perang Uhud tersebut. Setelah cukup lama memata-matai Rosululloh akhirnya utusan Khalid bin Walid melaporkan hasil pengamatan tersebut , kata utusan tersebut” Aku mendengar semangat juang yang dikemukakan muhammad kepada para pasukannya Muhammad  mengatakan ” Aku heran kepada seorang panglima khalid bin Walid yang gagah perkasa dan cerdas , tapi kenapa dia tidak paham dengan AGAMA ALLOH  yang aku bawa , sekiranya Khalid bin Walid tahu dan paham dengan Agama yang aku bawa , dia akan berjuang bersamaku( Muhammad ) , Khalid akan aku jadikan juru rundingku yang duduk bersanding di sampingku. Kata kata mutiara tersebut disampaikan mata-mata Khalid bin walid di Mekkah kepada panglimanya.
Description: ikhwan_4-1Mendengar laporan Intel tersebut semakin membuat Risau Khalid bin Walid hingga akhirnya Khalid memutuskan untuk bertemu Muhammad dengan menyamar dan menggunakan Topeng menutup wajahnya hingga tidak di kenali oleh siapapapun. Khalid berangkat seorang diri dengan menunggang Kuda dan menggunakan baju kebesarnnya yang berhias emas serta mahkota bertahta berlian namun wajahnya ditutupi Topeng. Di tengah perjalanan Khalid bertemu dengan Bilal yang sedang bedakwah kepada para petani. Dengan Diam-diam Khalid mendengarkan dan menyimak apa yang di sampaikan oleh Bilal yang membacakan surat al hujarat ( Qs 49:13 ) yang artinya” Hai manusia kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling mengenal dengan baik. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Alloh adalah orang-orang yang paling bertaqwa karena sesungguhnya Alloh maha mengetahui lagi maha Mengenal”
Khalid terperanga bagaimana mungkin Bilal yang kuketahui sebagai Budak hitam dan buta hurup bisa berbicara seindah dan sehebat itu  tentu itu benar perkataan dan Firman Alloh. Namun gerak gerik mencurigakan Khalid bin walid di ketahui sayyidina Ali bin Abi Thalib , dengan lantang Ali berkata” Hai penunggang Kuda Bukalah topengmu agar aku bisa mengenalimu, bila niatmu baik aku akan layani dengan baiki  dan bila niatmu buruk aku akan layani pula dengan buruk” Kata Ali bin Abi thalib.
Setelah itu dibukalah Topeng tampaklah wajah  Khalid bin Walid seorang Panglima besar kaum Kafir Quraisy yang berjaya diperang UHUD  dengan tatapan mata yang penuh karismatik Khalid berkata” Aku kemari punya Niat baik untuk bertemu Muhammad dan menyatakan diriku masuk Islam” Kata Khalid bin Walid. Wajah Ali yang sempat tegang berubah menjadi berseri-seri” Tunggulah kau di sini Khalid saya akan sampaikan berita gembira ini kepada Rosululloh saw” Kata Ali bi Abi thalib. Bergegas Ali menemui Rosululloh saw dan menyampaikan maksud kedatangan Khalid bin Walid sang panglima perang . Mendengar berita yang disampaikan Ali , wajah rosululloh SAW berseri seri lalu mengambil sorban hijau miliknya lalu dibentangkan di tanah sebagai tanda penghormatan kepada Khalid bin walid  yang akan datang menemuinya. Lalu Rosululloh saw menyuruh Ali menjemput  Khalid untuk menemuinya. Begitu Khalid datang Rosululloh langsung memeluknya. ” Ya rosululloh islam saya ” Kata Khalid bin Walid. Lalu Rosululloh saw mengajarkan kalimat Syahadat kepada Khalid maka Khalid bin walid telah memeluk agama Islam.
Begitu selesai membaca syahadat Khalid bin walid menanggalkan Mahkotanya yang bertahtahkan intan diserahkan kepada rosululloh, begitu pula dengan bajunya yang berkancingkan emas di serahkan juga kepada rosululloh saw. Namun begitu Khalid bin walid akan mencopot pedangnya dan menyerahkannya kepada Rosululloh , Baginda rosululloh melarangnya ” Jangan kau lepaskan pedang itu Khalid , karena dengan pedang itu nanti kamu akan berjuang membela agama Alloh bersamaku ” Kata Rosululloh saw . dan Nabi memberi gelar pedang tersebut dengan nama “Syaifulloh yang artinya “pedang Alloh yang terhunus. Setelah bergabungnya Khalid bin walid kedalam Islam, bertambah kuatlah pasukan Muslim hingga bisa menaklukan kota Mekkah dan Pasukan Kafir Quraiys secara drastis melemah bagaikan ayam kehilangan induknya
Khalid bin Walid



Khālid bin Walīd
Julukan
Pedang Allah yang terhunus
Pengabdian
Khalid ibn al-Walid (584 - 642), atau sering disingkat Khalid bin Walid, adalah seorang panglima perang pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang termahsyur dan ditakuti di medan perang serta dijuluki sebagai Saifullah Al-Maslul (pedang Allah yang terhunus). Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya.

Khalid bin Walid adalah seorang panglima perang yang termasyhur dan ditakuti di medan tempur. Ia mendapat julukan "Pedang Allah yang Terhunus". Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang karirnya.

Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi Khalid, adalah istri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mengalahkan Umar.

Awalnya Khalid bin Walid adalah panglima perang kaum kafir Quraisy yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Pada saat Perang Uhud, Khalid yang melihat celah kelemahan pasukan Muslimin yang menjadi lemah setelah bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud, langsung menghajar pasukan Muslim pada saat itu. Namun justru setelah perang itulah Khalid masuk Islam.

Ayah Khalid, Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia orang yang kaya raya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, merekalah yang mengurus gudang senjata dan tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Ketika Khalid bin Walid masuk Islam, Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat membela panji-panji Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan Khalid diangkat menjadi panglima perang dan menunjukkan hasil kemenangan atas segala upaya jihadnya.

Terima Kasih Sudah Membaca:
Khalid bin Walid, Pedang Allah yang Terhunus (1) Jangan lupa untuk klik LIKE di bawah ini!