Senin, 19 Januari 2015

bunda pergi...


Dalam gelaran kehidupan yang carut marut, ada sebuah jejak yang kemudian aku temukan. Sebabnya mendasar, Bunda pergi. Akar permasalahan yang banyak terjadi akibat sekelumit dunia yang dikejar. Naïf mungkin, tapi aku tak pernah tertarik dengan gemerlap materi yang justru membuat hati ini tidak tenang. Iya, hanya ketenangan yang kita cari untuk menjadi berarti.
Tenang menjalani kehidupan dengan segala potensi yang diamanahkan untuk terus diasah. Tenang menutup usia dalam keadaan terbaik. Air mata dan darah yang menjadi saksi perjuangan. Bahwa, aku juga punya kontribusi. Merindukan kematian yang indah sebagai gerbang bertemu dengan Maha Pencipta. Kemudian bercerita tentang apa yang pernah ku lakukan selama 27 tahun ini.
Memohonkan ampunan, dan berterimakasih untuk semua keindahan yang terlewati. Lalu meminta pertolongan yang terbaik dari Nya, untuk tetap bersama ku. Menemani melewati ini, semua pekerjaan yang ku lakukan untuk sebuah ridho. Hanya pada Mu hidupku, matiku, ibadah ku…
Bersiap untuk menjadi pendamping seseorang yang dikirim untuk menggenapi din, lalu menjadi Bunda. Bila saja pekerjaan menjadi Bunda di rumah mendapat penghargaan yang layak, mungkin rahim peradaban akan banyak terlahir. Bunda yang hebat akan melahirkan generasi hebat. Kemana dirimu, wahai Bunda. Temani untuk belajar menjadi seorang Bunda penggerak peradaban.
Bunda,
Kehadiran mu menjadi sebuah mula kehidupan. Semua makhluk langit dan bumi berzikir untuk mu. Surga di kendalimu. Tiang Negara dirimu pancangkan. Perhiasan terindah dalam ketaatanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar