ISLAM ANDALUSIA (Sejarah
Kebangkitan dan Keruntuhan)
Ahmad Thomson dan Muhammad
‘Ata’Ur Rahim
Hal. 48-50
Tembikar Malaga, kain Murcia,
sutra Almeria dan Granada, hiasan gantung terbuat dari kulit di Kordoba,
senjata-senjata Toledo, semuanya amat terkenal di mana-mana. Mereka mengolah
semua material untuk perdagangan yang menguntungkan dengan dunia luar, yang
distimulasi oleh reputasi universal para saudagarnya yang terkenal jujur dan
tulus hati. Kesetiaan mereka yang amat teguh dalam memegang janji menjadi buah
bibir yang terkenal di mana. Kaum muslimin bersikap tenang dalam tingkah laku
mereka dan dalam memuaskan hasrat mereka. Tidak ada pengemis di antara mereka
sebab mereka merawat orang-orang miskin dan anak-anak yatim mereka dengan penuh
kasih sayang. Mereka menyelesaikan semua perselisihan di antara mereka sesuai
dengan ajaran Al Qur’an dan as Sunnah Nabi Muhammad Saw.
Karena Andalusia terkenal akan
kemakmurannya, orang-orang dari seluruh penjuru dunia yang diketahui saat itu
berduyun-duyun pindah untuk tinggal menetap di sana. Ibukota baru Andalusia,
Kordoba, menjadi pusat belajar dan pusat ilmu pengetahuan. Semua anak-anak di
sana diajari membaca, menulis, dan aritmatika di masjid-masjid. Mereka pun
tentunya diajari pengetahuan dasar mengenai Al Qur’an dan Hadits, dan tentu
saja bahasa Arab. Dari dasar yang umum ini, setiap orang yang berkeinginan
melanjutkan pelajaran mereka lebih jauh dapat mengatur kesempatan untuk diajari
dan dibimbing oleh salah satu dari begitu banyak guru terpelajar di Andalusia.
Berdasar pada pengetahuan
mengenai Al Qur’an dan cara hidup Nabi Muhammad Saw, kaum Muslim Andalusia
mengeksplorasi dan mendapat keuntungan dari sains yang berkenaan dengan dunia
yang tampak ataupun yang gaib, dan tentu saja pengetahuan tertinggi dari segala
pengetahuan, ma’rifah. Apa yang meliputi semua aktifitas mereka di hari-hari
awal Islam di Andalusia adalah ibadah kepada Allah Swt. dan pengetahuan
mengenai apa yang akan terjadi setelah kematian. Kaum Muslim pertama di
Andalusia mengetahui betapa singkatnya kehidupan ini dan mereka menjalaninya
dengan maksimal. Mereka mengetahui bahwa mereka tengah berada dalam perjalanan,
yang akan berlanjut nanti setelah kematian dan mereka akan memasuki alam
Akhirat yang akan membawa mereka ke Taman Surga atau justru ke dalam Api
Neraka-dan karena itulah mereka menjalani kehidupan mereka dan mempersiapkan
diri untuk kematian mereka.
Hanya dengan cara mengikuti Al
Qur’an dan as Sunnah dalam setiap aspek kehidupan mereka, baik dalam cara
mereka menyembah Sang Pencipta, atau mengejar pengetahuan, atau bertingkah laku
terhadap keluarga dan teman-teman mereka, atau mengadakan transaksi-transaksi
di pasar, atau dalam medan tempur, para Muslim di Andalusia mampu menopang
jalan hidup yang sangat bersih dan menguntungkan.
Akan tetapi, segera setelah kaum
Muslim yang datang setelah mereka itu mulai memalingkan wajah untuk lebih
cenderung pada dunia ini dan melupakan alam Akhirat, serta mulai meninggalkan
apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, organisme sosial yang kompleks-yang
merupakan bagian dari mereka secara tak terpisahkan, dan yang telah menjunjung
jalan tengah, yakni Islam-pun mengalami kejatuhan dan kehancurannya.
Harus ditegaskan bahwa Islam
bukanlah “seni” dan bukan pula “budaya”. Islam merupakan jalan hidup yang
membuka hati penganutnya akan makna eksistensi. Jadi, peningkatan apa pun dalam
kemegahan lahir biasanya merupakan tanda dari penurunan dalam ilumniasi batin,
kemunculan perpustakaan-perpustakaan serta buku-buku pengetahuan-sekali waktu
dideskripsikan orang-orang sebagai “secuil informasi yang belum tercerna”-biasanya
merupakan tanda menghilangnya orang-orang yang memiliki pengetahuan sejati
mengenai Allah, pengetahuan dan hikmah yang hanya dapat ditemukan dalam hati
yang hidup, bukan dari buku-buku.
Sejauh menyangkut sejarah kaum
Muslim, karya-karya agung berupa seni dan bangunan-bangunan menakjubkan, yang
biasanya dirayakan oleh para ahli sejarah resmi sebagai tanda-tanda sebuah
kebudayaan yang maju dan masyarakat yang memiliki peradaban tinggi, pada
faktanya merupakan tanda-tanda kejatuhan dari titik yang mulia, tempat pernah
sebuah komunitas Muslim yang meskipun tampak luarnya tidak spektakuler dalam
pengertian pencapaian-pencapaian material, memiliki pengetahuan agung mengenai
Allah dan makna eksistensi.
Contoh paling jelas mengenai
fenomena ini adalah Nabi Muhammad Saw. sendiri , yang miskin dan buta huruf,
yang wafat tanpa pernah menyusun batu bata untuk mendirikan rumahnya, yang
tetap saja diakui sebagai ‘makhluk terbaik’. Penamaan ini bukanlah suatu pujian
yang dilebih-lebihkan melainkan sebuah deskripsi akurat, sebab tidak seorang
pun dalam sejarah umat manusia pernah atau akan pernah sebijak dan seberadab
Muhammad-dan sebagaimana dinyatakan Al Qur’an sendiri, komunitas yang berkumpul
di keliling Nabi di Madinah al-Munawwarah adalah komunitas terbaik yang pernah
ada ataupun aka nada. Semoga Allah Swt meridhai setiap orang dari mereka.
Hal 51
Kata ‘Andalus’ dalam bahasa Arab
memiliki banyak arti, diantaranya adalah pertama, ‘sesuatu yang terselubung
atau tersembunyi’, dan kedua, ‘sesuatu yang tergelincir lantaran licinnya’. Dua
arti ini menyiratkan aspek ganda dari sejarah kaum Muslim Andalusia : Beberapa
orang dari mereka memiliki pengetahuan mengenai Allah, yang orang-orang lain
tidak awas terhadapnya, dan beberapa orang dari mereka memiliki harta karun
berkilauan yang tergelincir dari sela-sela jemari mereka.
Hal. 91-93
Mereka yang berjuang untuk
mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala aspeknya
kemudian tidak hanya mendapati diri mereka berperang melawan Kristen
Trinitarian, tetapi juga melawan saudara-saudara ‘Muslim’ mereka. Sebuah
perjuangan yang sia-sia. Mereka mendapatkan diri mereka terjebak di dalam
proses kolaps dan pembusukan yang tak dapat diputar mundur kembali. Selama kaum
Muslim Andalusia tetap bersatu dalam ajaran Islam mereka, mereka terus
berkembang dan meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan din Islam dan menjadi
terpecah belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mampu
memulai urusan pengambilalihan Andalusia.
Selanjutnya, karena perpecahan
yang disayangkan yang telah terjadi di antara Barat dan Timur di dalam umat
Islam sendiri, tidak ada bantuan dari kaum Muslim di Timur pada masa
selanjutnya, perpecahan di dalam umat ini merupakan satu dari factor-faktor
fundamental yang menjadi penyebab pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia,
sebab hal ini merupakan kelemahan yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh kaum
Kristen Trinitarian. Ketika kaum Muslim Andalusia terpecah, bala tentara Gereaj
Trinitarian memperoleh tumpuan di negeri itu dan, dibantu oleh orang-orang
Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan Muslim, yang sebenarnya telah bertambah
jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan Muslim yang amat toleran,
cengkraman mereka atas negeri itu tumbuh semakin kuat.
Dalam
menuruti rencana-rencananya, raja Kristen tidak pernah melewatkan momen untuk
melakukan serbuan ke negeri-negeri umat Muslim, yang umumnya ia dapati dalam
keadaan penuh perselisihan dan pertikaian internal, hal-hal yang mempercepat
keruntuhan dan kehancuran mereka sendiri.
Sesungguhnya,
bukan hanya kepala-kepala suku independen pada waktu it uterus –menerus
melancarkan perang satu sama lain, tetapi mereka juga tidak jarang menarik
keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dengan menggunakan bantuan senjata dan
bala tentara Kristen, mereka menyerang dan menghancurkan saudara sebangsa
mereka serta seagama mereka sendiri, memboroskan hadiah-hadiah mahal dari
Alfonso, dan memberikan kepadanya harta karun
sebanyak-banyaknya yang dia inginkan, supaya bisa mendapat uluran tangan
darinya dan untuk menjamin keamanan bagi diri mereka sendiri, serta bantuan
untuk menghadapi musuh-musuh mereka.
Orang-orang
Kristen, yang melihat kaum Muslim telah jatuh ke dalam kondisi korup sedemikian,
menjadi luar biasa gembira ; sebab, pada waktu itu, amat sedikit orang yang
memiliki akhlak mulia dan prinsip Islam yang kuat di tangah kaum Muslim,
masyarakat umum mulai minum minuman keras dan melakukan segala hal yang
berlebih-lebihan. Para pemimpin Andalusia hanya berpikir tentang, tak lain dan
tak bukan, soal membelanjakan uang untuk mengundang atau membeli perempuan
penyanyi dan budak-budak untuk melayani mereka, mendengarkan music yang mereka
bawakan dan melewatkan waktu mereka dalam pesta pora dan kesukariaan,
menghabiskan sampai bersih harta Negara yang telah terkumpul di masa lalu, dan
menindas rakyat mereka dengan segala bentuk pajak dan pungutan, dan mereka
mengirimkan hadiah-hadiah dan persembahan yang mahal kepada Alfonso, serta
memohon kepadanya untuk membantu mereka mencapai keinginan-keinginan ambisius
mereka.
Segalanya
berlangsung dalam cara ini di tengah para kepala suku Andalusi yang saling
bertentangan satu sama lain, hingga kelemahan menguasai orang-orang yang jadi
para penakluk di antara mereka, juga orang-orang yang ditaklukkan : dan
kehinaan memangsa penyerang, sebagaimana hal itu melumat mereka yang diserang:
para jenderal dan kapten tak lagi menunjukkan keberanian mereka; para prajurit
menjadi kumpulan pengecut hina; penduduk negeri terjerumus ke dalam penderitaan
dan kemiskinan terparah, dan seluruh masyarakat terkorup. Islam, terpisahkan
seperti tubuh ditinggalkan jiwa, tak lebih hanya mayat semata.
Hal. 108
Pada malam sebelum pertempuran
berlangsung, seorang prajurit Muslim melihat Nabi Muhammad Saw dalam mimpinya.
Nabi memberitahu sang prajurit bahwa kaum Muslim akan meraih kemenangan
gemilang pada pertempuran esok harinya, serta mengatakan padanya bahwa ia akan
meninggal sebagai syuhada dalam pertempuran tersebut. Dengan bahagia prajurit
itu menemui Yusuf ibn Tasyfin dan menceritakan mimpinya itu. Setelah itu, ia
pun melakukan ghusl (mandi untuk menyucikan diri), mewangikan diri dan
menghabiskan sisa malam itu dengan salat dan membaca Al Qur’an sebagai
persiapan untuk menyambut kematiannya, dan Surga.
Hal. 325
Hal yang menarik untuk dicatat
dalam konteks ini adalah bahwa dihentikannya Perang Salib melawan kaum Muslim
di Timur bertepatan dengan pembukaan jalur pelayaran ke Hindia Timur dan Barat.
Hal ini mengindikasikan bahwa tujuan di balik Perang Salib bukanlah semata-mata
niat ‘religius’ melainkan juga tujuan ekonomi. Tujuannya adalah untuk mencapai
India, dan bukan hanya untuk menyebarkan agama yang direstui orang-orang Eropa,
yaitu Kristen Trinitarian :
Diharapkan
bahwa akan mungkin untuk menggabungkan kekuatan dengan seorang raja Kristen
India yang legendaries dan, dengan bantuannya, menaklukkan seluruh dunia. Dalam
upayanya untuk mencapai India dengan jalan memutar, Columbus ‘menemukan’
Amerika, kira-kira dua abad setelah kaum Muslim dari Afrika Barat telah datang
dan bermukim disana, sementara Vasco da Gama ‘menemukan’ sebuah jalur pelayaran
baru menuju India melalui Tanjung Harapan. Secara financial, kedua penemuan ini
segera berubah menjadi perjalanan yang amat menguntungkan. Orang-orang Kristen
Eropa tidak menemukan raja legendaries mereka, mereka juga tidak berhasil
menghabisi Islam, tetapi bersama-sama dengan orang-orang Yahudi Eropa mereka
menjajah sebagian besar buminya –termasuk akhirnya Palestina yang berhasil diklaim
oleh orang-orang Yahudi Khazar Eropa sebagai ‘tanah air’ mereka yang telah lama
hilang, meskipun mereka ini adalah ‘Turkis’ dan bukan ‘Semitis’ dan dalam
kenyataannya berasal dari Kaukasus-dan sebagai akibatnya para pemimpin dan
pedagang terunggul mereka menjadi amat kaya.
Hal. 329-331
Dinyatakan dengan keras bahwa
Inkuisisi Spanyol bukanlah benar-benar representative dari Kristen Trinitarian.
Namun demikian, sejarah Katholik Roma sejak mulainya dalam ajaran-ajaran Paulus
dari Tarsus hingga surutnya Inkuisisi Spanyol-sebuah periode yang berlangsung
sekitar delapa belas abad-amat jelas mengindikasikan bahwa meskipun rationale
para Inkuisitor serta pola tingkah laku mereka pastilah tidak meniru
ajaran-ajaran dan contoh yang diberikan oleh Nabi ‘Isa As, tindakan-tindakan
dan sikap tersebut merupakan cirri khas dari Gereja Resmi Trinitarian di
tahun-tahun awal keberadaannya, khususnya selama masa kekuasaan Konstantin dan
Theodosius dan yang datang setelahnya, seperti Justinianus dan Theodora.
Dari masa waktu tersebut ke
depan, mereka yang mengaku dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
bimbingan ajaran Nabi sekaligus Rasul ‘Isa As. (apakah mereka ini berada dalam
kelompok kaum Aria, Donatis atau Paulician) dan mereka yang mengikuti ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi bulan-bulanan persekusi para
penganut agama Kristen Trinitarian Resmi.
Tidak ada komunitas yang
mengikuti ajaran agama wahyu yang dapat pernah mungkin terbujuk oleh
argumentasi rasional untuk mengikuti ajaran Gereja Trinitarian Resmi, yang
mempercayai bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara persuasi yang efektif.
Sejarah Islam di Andalusia telah memperlihatkan dengan jelas bahwa hal itu sama
sekali bukanlah suatu yang dapat disebut persuasi.
Semata-mata hanya karena kegagalan
telak orang-orang Kristen Trinitarian Eropa untuk mengukuhkan agama resmi di
seluruh dunia dengan menggunakan kekerasan, maka Gereja Resmi Trinitarian baik
Katholik ataupan Protestan akhirnya terpaksa merasa wajib untuk mencoba dan
menegakkan ajaran-ajarannya dengan cara yang lebih mengandung maksud-maksud
tersembunyi. Dan, abad ke-20 yang berlangsung sekarang ini telah menyaksikan
tindakan-tindakan Kristen Trinitarian dipropagandakan terutama oleh perkakas
ekonomi, baik dalam bentuk sanksi ekonomi atau intensif financial dan dengan
propaganda yang seiring dengan munculnya berbagai sistem komunikasi media
massa, telah sepenuhnya mengambil dimensi yang sama sekali berbeda serta lebih
mempunyai daya tembus dan persuasive dibandingkan masa lalu.
Hal. 333
Pada satu sisi, penulis-penulis
seperti Socianus mengusahakan sebuah penafsiran ulang yang jujur mengenai apa
yang sebenarnya menjadi ajaran ‘Isa As. dan melalui pemakaian gemilang dari
daya pikir mereka, mereka coba menegakkan apa yang merupakan sifat sejati
Tuhan, dan ‘Isa As. Meskipun buah kegiatan intelektual ini pastilah bersifat
mencerahkan, tidak dengan sendirinya ia menyediakan akses untuk kembali kepada
jalan kehidupan sehari-hari yang dilakoni ‘Isa As.-dan begitulah gelombang baru
Kristen Unitarian yang terinspirasi oleh tulisan-tulisan, inter alia, Socianus
lebih bersifat serebral.
Sementara kaum Unitarian awal
dalam sejarah Kristen berasal dari Tanah Kudus (Palestina) dan Afrika Utara dan
menjadi kaum Unitarian sebab mereka memiliki akses pada ajaran-ajaran asli ‘Isa
As, kaum Unitarian terutama sebagai akibat dari penggunaan akal sehat dan
pikiran rasional.
Dengan kata lain, sementara kaum
Unitarian awal berada dalam kondisi memetik hikmah dari transmisi tingkah laku
dan pengetahuan sekaligus, kaum Unitarian belakangan ini tidak lagi mempunyai
akses pada kearifan jenis ini, tetapi kurang lebihnya masih dalam kondisi
memecahkan berbagai hal kehidupan untuk kepentingan mereka
sendiri-kadang-kadang disebabkan oleh dari kurangnya kandungan ajaran tertulis
yang masih ada, dan bahkan kadang-kadang masih mengandung konsepsi keliru yang
dianut penganut Trinitarian bahwa ‘Isa mati disalib dan kemudian bangkit dari
kematian.
Kaum Unitarian yang ada sekarang
ini tidak lagi memiliki akses pada ajaran ‘Isa secara keseluruhan, juga kepada
cara hidupnya. Keduanya telah hilang sejak lama sekali, dan dalam segala hal
telah digantikan oleh perkembangan Islam. Tetapi, mereka melihat apa yang
akhirnya menjadi Gereja Trinitarian dan doktrin-doktrinnya, mereka kemudian
menyadari bahwa sesuatu telah diyakini dengan amat keliru dan setelah
menggunakan daya pikir mereka untuk menafsirkan secara kritis doktrin-doktrin
dan praktik-praktik utama dari Trinitarian yang tidak ada darinya berasal dari
Yesus-sekurang-kurangnya mereka sampai pada suatu pengakuan intelektual
mengenai Tuhan Yang Maha Esa, khususnya begitu mereka telah bernasib baik dan
memiliki keberanian untuk menyadari dan mengapresiasi bahwa banyak dari dogma
dan praktik-praktik religious yang dikembangkan oleh orang Trinitarian Eropa
selama belasan abad, bukan hanya tidak berasal dari ‘Isa, tetapi juga sama
sekali tidak masuk akal.
Pengakuan intelektual atas Tuhan
Yang Maha Esa yang dialami oleh kaum Kristen Unitarian dari waktu ke
waktu-pemahaman mengenai sesuatu kesatuan utuh mengenai semua hal yang ada dan
oleh karena itu ada Satu Sebab yang membuat segala yang ada menjadi ada-tidak
akan memiliki kedalaman dan kualitas yang sama sebagaimana pemahaman tentang
Tuhan Yang Maha Esa yang diberkahi oleh Tuhan kepada mereka yang mengikuti cara
hidup dan pola peribadahan dari Ajaran Wahyu yang secara konstan diwujudkan dan
diajarkan oleh semua nabi, mulai dari Adam hingga Muhammad-termasuk Ibrahim,
Musa dan ‘Isa-semoga berkah dan rahmat Allah atas mereka semua, tetapi pengakuan
ini merupakan sebuah karunia bagi mereka yang berasal dari Pencipta mereka.
Sejauh mengenai pengikut-pengikut
asli ‘Isa, akses kepada ajaran wahyu yang diabawa ‘Isa telah hilang pada akhir
abad ke-7 dengan kedatangan Nabi Muhammad Saw-yang meninggal dunia pada 632
setelah menyampaikan risalah agamanya dan menegakkan cara hidup Islam sebagai
suatu realitas sosial yang hidup-yang terakhir dari orang Kristen yang
jumlahnya relative amat sedikit yang masih mempunyai akses kepada ajaran-ajaran
asli ‘Isa As, mengakui Nabi yang kedatangannya telah diramalkan oleh ‘Isa dan
kemudian memeluk Islam.
Sejak saat itulah…satu-satunya
cara bagi siapa pun untuk dapat secara actual mengikuti ajaran agama wahyu, dan
oleh karenanya sungguh-sungguh memahami ciri dan sifat dari Tuhan Yang Maha Esa
adalah dengan menerima Islam dan mengikuti jalan yang ditempuh Muhammad.
Barangkali, penerapan lain dari
‘spirit ilmiah’ yang lebih radikal menyaksikan penolakan yang tulus terhadap
agama resmi Kristen Trinitarian, dalam bentuk apapun, dan upaya untuk sampai
pada pemahaman hakiki melalui sarana metode-metode empiris observasi dan
deduksi.
Usaha ini, secara parsial
berhasil dalam studi atas dunia fenomenal yang mengitari kita (mulk) dan secara
total tidak berfaedah dalam studi mengenai dunia-dunia yang tidak tampak yang
juga sesungguhnya mengitari kita (malakut dan jabarut). Namun, apa yang tidak
dapat didekati dan dimengerti dengan menggunakan metodologi ini biasanya
diabaikan dan ditolaknya oleh ilmuwan-ilmuwan ‘baru’.
Mungkin satu dari hasil-hasil
yang paling celaka dari pendekatan empiris model baru itu terhadap apa yang
kemudian dikenal sebagai ‘ilmu alam’ adalah teori Darwin mengenai evolusi yang
amat menarik bagi mereka yang hanya mendapati kera saat memandangi diri mereka
dalam cermin eksistensi, tetapi teori ini juga merupakan sebuah pengingkaran
atas pesan fundamental yang dibawa oleh semua nabi semenjak Nabi Adam kepada
umat manusia.
Adalah fundamental bagi manusia
dan alamiah baginya untuk mempercayai dan menyembah Satu Tuhan. Sebuah studi
sejarah yang tak memihak dan objektif mengungkapkan sebuah pola yang menyangkal
Darwinisme dan memperlihatkan seluruh teori evolusi sebagai suatu kekeliruan.
Alih-alih menjadi kemajuan mantap yang secara salah digambarkan oleh Darwin dan
para pengikutnya, dan yang secara berbahaya dicocokkan dengan seluruh sendi
masyarakat teknologi kita di masa sekarang ini, gambaran grafik pada faktanya
merupakan salah satu dari serangkaian titik-titik tinggi yang diikuti oleh
penurunan secara bertahap.
Hal ini berlaku pada semua aspek
eksistensi. Tetapi, khususnya dengan melihat pada kasus manusia, hal ini
berarti bahwa alih-alih mulai dengan ketidaktahuan dan sedikit demi sedikit ia
memperoleh pengetahuan, dia mulai dengan pengetahuan dan terjerembab ke dalam
ketidaktahuan. Jika pengetahuan dianggap sebagai pandangan mekanistik mengenai
realitas yang dianut dunia Barat dengan teknologinya yang bertubi-tubi
menyertainya, yang semuanya hanya merusak bumi dan merendahkan derajat manusia
dan mengasingkan satu sama lain, maka tesis Darwin itu masuk akal. Namun
demikian, pengetahuan sejati memiliki sifat yang berbeda, dan pengetahuan
inilah yang dimiliki oleh manusia pertama kalinya dan pengetahuan inilah yang
makin lama makin berkurang, hingga kini sukar untuk ditemukan.
Penduduk manusia yang pertama
kali muncul ke bumi mengetahui bahwa mereka adalah sebuah bagian tak
terpisahkan dari Realitas Tunggal yang kehadirannya mereka rasakan di dalam
diri mereka sendiri dan di dalam semua hal yang ada di sekitar mereka, dan
mereka tahu bagaimana harus bertingkah laku supaya tetap bertahan dalam harmoni
dengan diri mereka dan lingkungan mereka. Fokus dari pola tingkah laku ini
bukan lain adalah penyembahan terhadap Kekuasaan Tertinggi yang mengagumkan dan
Keindahan Kekuatan yang sublime yang telah menyebabkan mereka dan seluruh
ciptaan menjadi ada-penyembahan terhadap Tuhan mereka, Tuhan Yang Tunggal. Dari
seluruh makhluk, hanya manusia yang mampu mengenali dan mengakui Tuhannya dank
arena alasan inilah manusia diciptakan.
Sekarang ini, banyak ilmuwan
modern telah mengakui bahwa begitu banyak dari apa yang disebut sebagai
pengetahuan dan pembelajaran peradaban Barat sejatinya berasal dari berbagai
penemuan yang dilakukan oleh kaum Muslim Andalusia dan Timur Tengah-penemuan-penemuan
yang, sepanjang diperhatikan, tidak mengadung kontradiksi apa pun dengan ajaran
Islam, dan bagi mereka jelas-jelas mengkonfirmasikan bukan saja eksistensi Sang
Pencipta, tetapi juga hakikat keajaiban dari seluruh ciptaan itu sendiri.
Sisa-sisa pengetahuan yang
selamat dari pemusnahan Inkuisisi Spanyol, atau yang dipertahankan oleh Gereja
Resmi Katholik Roma sebab dinilai berguna, yang merupakan keseluruhan hal yang
tersisa dari kaum Muslim Andalusi yang kebudayaannya telah begitu tinggi, secara
bertahap diperkenankan untuk ke seluruh Eropa selama abad ke-17, 18, dan 19.
Pecahan-pecahan pengetahuan inilah yang membentuk basis bagi banyak sekali
teori dan penemuan ilmiah empiris, yang padanya teknologi modern masa kini
bersandar. Bahkan teknologi ini dan cara hidup yang tumbuh menyertainya,
menyusut menjadi hal sepele saat diperbandingkan dengan derajat peradaban dan
kualitas kehidupan yang pernah dimiliki oleh kaum Muslim Andalusia.
Hal yang juga menarik untuk
dicatat, seperti yang telah ditegaskan oleh riset yang dilakukan oleh Dr.
Maurice Bucaille, sesungguhnya tidak ada kontradiksi antara ‘penemuan-penemuan’
ilmu pengetahuan modern dengan kandungan Al Qur’an yang memiliki deskripsi yang
sepenuhnya akurat mengenai dunia fenomenal dan dunia yang tampak.
Al Qur’an melanjutkan dua Wahyu
yang mendahuluinya dan tidak hanya bebas dari kontradiksi-kontradiksi dalam
narasi-narasinya (sementara tanda berbagai manipulasi manusia dapat ditemukan
dalam kitab Injil), tetapi dengan sendirinya membuktikan suatu kualitas tinggi
bagi mereka yang mempelajarinya secara objektif dan dalam cahaya ilmu, yaitu
kesesuaian yang lengkap dengan data-data sains modern. Yang membuat Al Qur’an
menjadi lebih unggul, pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalamnya
berkoneksi dengan ilmu pengetahuan: dan tetap sama sekali tak dapat dipikirkan
bahwa seorang manusia di zaman Muhammad adalah pencipta Kitab ini. Oleh karena
itu, ilmu pengetahuan ilmiah akan membuat kita terbantu dalam memahami
ayat-ayat tertentu di dalam Al Qur’an yang, hingga kini, masih mustahil
ditafsirkan.
Sebagai penutup, sejarah Islam di
Andalusia-dan sesungguhnya pola seluruh sejarah yang mengitari interaksi antara
orang-orang yang mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul, semoga Allah memberikan
berkah dan rahmat-Nya kepada mereka semua, dan orang-orang yang tidak mau
mengikutinya-dengan jelas menunjukkan bahwa ketika orang-orang berhenti
mengikuti petunjuk kenabian atau ajaran wahyu, maka mereka hancur dengan
sendirinya, baik di tingkat individu ataupun keluarga atau komunitas keluarga
atau bangsa komunitas-komunitas atau komunitas Negara-negara. Dalam konteks
inilah, sejarah Islam di Andalusia dapat member hikmah, sebab di dalamnya
terdapat tanda-tanda yang jelas bagi mereka yang mau berpikir.
Masa berlangsungnya
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Inkuisisi Spanyol adalah hampir enam
abad, waktu yang sama panjangnya saai Islam tumbuh subur di Andalusia. Ketika
cara hidup yang ditegakkan oleh orang-orang Kristen Trinitarian di dataran itu
dibandingkan dengan cara hidup yang dihasilkan oleh kaum Muslim, perbedaan
antara keduanya jelas sekali. Di satu sisi, terdapat kehancuran dan kebinasaan
yang disebabkan oleh pemaksaan kaku atas agama resmi. Di sisi lain, terdapat
sebuah perkembangan cara hidup, yang didasari pada penyembahan terhadap Satu
Tuhan, Pencipta seluruh alam, yang menjadikan keberadaan yang damai sebuah
realitas selama orang-orang berpegang pada bimbingan yang telah disampaikan
melalui Nabi terakhir, Muhammad Saw.
Di satu sisi, orang menghancurkan
dan membinasakan ‘atas nama Tuhan’. Di sisi lain, orang merayakan kegemilangan
hidup ‘atas nama Tuhan’. Yang satu membawa kematian. Yang lainnya membawa
kehidupan.
Semua orang yang ikhlas dalam
kepatuhan dan ibadahnya kepada Tuhan akan memetik manfaatnya dalam kehidupan
mereka dan dalam kematiannya. Siapa saja yang mati syahid akan masuk surga.
Semua orang yang mengingkari Tuhannya tidak akan mendapatkan kedamaian. Siapa
pun yang membunuh seorang hamba Allah tanpa sebab yang adil akan masuk neraka
yang menyala-nyala. Bagaimanapun keadaan atau situasi di mana manusia
ditempatkan, dalam keadaan teramat sulit ataupun mudah, setiap individu dalam
setiap waktu kehidupannya, senantiasa memiliki kemungkinan untuk bertindak
dalam cara yang diridhai ataupun tidak diridhai oleh Allah. Bagi sebagian
orang, kehidupan adalah gerbang menuju neraka. Dan bagi bagi sebagian lainnya,
kehidupan adalah gerbang menuju surga. Dan bagi beberapa orang, kehidupan
adalah gerbang menuju surga di dalam surga. Pilihan-pilihan ini tersedia bagi
setiap orang kapan saja dan di mana saja mereka berada-Allah Maha Mengetahui.
Sebagaimana terungkap dari
sejarah mengenai mereka yang mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, terbukti
behwa tidak pernah mungkin untuk sepenuhnya membasmi ajaran wahyu dari dunia
ini. Di luar semua kerusakan yang dibawanya, persekusi merupakan sebuah alat
yang menjadikan para pengikut agama wahyu ini secara cepat menyebar ke
negeri-negeri lain di seluruh dunia. Meskipun ajaran wahyu yang dibawa oleh
‘Isa As. akhirnya terdistorsi dan sama sekali rusak dalam proses penyebarannya,
ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, yang datang setelah ‘Isa untuk
mempernarui dan melengkapi tradisi pewahyuan ini, tetap utuh dan hidup serta
dapat diikuti.
Dewasa ini, umat Muslim di
Andalusia kembali ada, dan jumlah mereka tengah berkembang. Salah satu arti
Andalus dalam bahasa Arab adalah ‘menjadi hijau di akhir musim panas’-dan insya
Allah musim panas kering yang panjang yang berlangsung selama lima abad
terakhir di Eropa tengah menuju akhirnya.
Kehidupan
berjalan terus-tak seorang pun dapat menghentikannya!
Tak
ada tuhan selain Allah
Nabi
Muhammad Rasul Allah