Beranjak dewasa, beranjak dari seperempat abad usia.
Ternyata kekuatan fisik menurun, ketajaman ingatan seketika melemah. Dan aku
masih sendiri menunggu di dalam rumah, seseorang yang mengetuk pintu. Menjemput
ku dan mengajak ku menikmati pendar matahari dan rintik hujan. Aku ingin
pulang, di sebuah rumah yang menerima ku apa adanya dan terus mengijinkan ku
belajar. Merindu rumah yang berpondasi pada Maha Hidup. Bertiang penghambaan
dan totalitas perjuangan. Berpintu senyum dan berjendela tawa. Dengan atap biru
yang luas menghampar segala kreatifitas menjalani hidup yang terasa singkat
ini.
Merindu rumah yang pagi hari mengucap nama Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang…
Melewati hari dengan segenap rasa syukur…
Memandang jingga matahari terbenam dengan selaksa doa,
semoga esok lebih baik
Dan menutup hari dengan renungan, impian dan cita cinta….
Indahnya, menutup mata setelah semua tugas selesai, bertemu
pada Maha Hidup dengan keyakinan akan balasan rumah abadi yang tidak ada lagi
air mata, kecewa, terluka. Rumah yang hanya ada senyum dan tawa melihat amal
yang telah terbuat. Bekerja untuk kehidupan, membangun rumah untuk setitik
senyuman anak dunia, kampung pelajar, menikah dalam perjuangan, melahirkan
mujahid Islam dan terus belajar hingga di setiap jengkal bumi.
Merindu rumah yang memeluk erat saat mulai letih,
menggenggam tangan yang mulai gemetar dengan riuh perjalanan. Merindu rumah
yang mengajari bahwa hidup untuk perjuangan. Merindu rumah yang menerima
bagaimana adanya aku. Merindu rumah yang memberi kesempatan belajar dan
menemukan sesuatu. Merindu rumah yang mengerti….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar