Kata Pengantar
Segenggam cinta dari Abah dan Ibu
Ingin sekali rasanya dapat Abah dan Ibu yang mengantarkan setiap karya yang
ku buat. Tiap lembar dan kata sebagai prasasti cinta kami. Keempat anak yang
telah dibesarkan dalam kesederhanaan. Melantunkan nyanyian kehidupan untuk
dapat merebut esok yang lebih baik. Hingga banyak khilaf menjadi hikmah
berharga selayaknya mutiara yang cantik.
Air mata, tawa, kecewa. Berganti seiring dengan berkali kami harus
berpindah rumah. Mengganti suasana untuk sekedar dapat melihat matahari pagi.
Bersekolah kemudian menjadikan Abah dan Ibu mulia dihadapan Maha Pencipta.
Cinta kami hanya segenggam, bila dibanding bertahun peluh dari kerasnya hidup.
Sebuah bangunan kecil yang berdiri lebih dari usia seperempat abad ku,
menjadi saksi betapa keras usaha Abah untuk tetap menjaga kehidupan kami. Lingkar
kesedihan Ibu setiap kali kami mengecewakan tak membuat kami menjadi terbuang.
Mungkin memang kemarin kita tidak memiliki cita itu, namun waktu semakin
mendewasakan. Kerinduan kelakar dan perbincangan seru diantara keletihan
menghadapi dunia yang tak pernah berhenti untuk terus menguji kami. Hanya
dengan saling menguatkan cinta, kami berempat dapat tetap berdiri. Segala
keterbatasan membuat kami harus berani berjuang untuk jadi lebih baik di mata
kehidupan.
Terima kasih, Abah dan Ibu telah mengijinkan kami menjadi bagian dalam
kehidupan. Sehingga kami terus belajar dari apa yang telah kami lewati. Semoga
kami berempat dapat diampuni dan mampu mengelola rejeki yang baik agar ibadah
dan akhlaq kami tetap terjaga.
Karena cinta pada Allah, doa ini tetap mengalir...
Tanah
rantau, menapaki pelajaran kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar