Rabu, 30 Oktober 2013

hujan november ke 25...



Sepertinya telah lama sekali aku tidak menyapa hati ini
Sepotong cinta yang terpotong waktu
Kesibukan yang ku buat sendiri untuk dapat lari dari hati ku sendiri
Hal konyol memang, seperti mengejar bayangan
Ini hanya sebagai penenang saat belajar ku mulai terganggu dengan rasa hati yang mulai tidak berwarna lagi...

Sebuah penantian akan jawaban alam di setiap tanya ku
Warna biru yang mendominasi hati ini kemudian pecah oleh jingga
Memelukku, hingga aku sadar ini waktunya
Membuktikan pada angin lalu, bahwa aku masih menginginkan angin yang sama
Angin yang menjadikan pusara ku mulia oleh denting doa penduduk langit

Masa ini harus terlewati, dengan baik
Dengan cara dan dengan kisah yang baik
Memaafkan kemarin untuk semua pelajaran yang mendewasakan
Menatap ke depan, bergerak terus agar tidak jatuh terluka

Sepertinya, langit menjawab dengan hadirnya jingga itu
Semakin pahit prosesnya, semakin manis akhirnya

Tempaan ini membuat istimewa hati yang memohon kebaikan cita dan cinta ksatria langit

Kehadirannya melengkapi cerita ini,
Penantian di halte ini akan menjadi pelangi
Kepadanya ku sampaikan...

Merasa sendiri dalam kesendirian, menanti esok yang belum terang
Menjejak karya tiap letih...
Wajah ku tutup untuk menghindar debu mata mereka yang menatap
Aku hanya ingin menjadi serpihan wangi surga di bumi

Untuk seseorang yang menyiapkan diri menjadi bintang ku,
Karena aku hanya tahu bayang mu di sudut malam... tak lebih

Minggu, 27 Oktober 2013

jamu ku

Sebuah cerita dari sudut senja kota Gudeg Yogyakarta yang kaya akan warisan budaya Indonesia. Beberapa kali memang sering jalan-jalan ke pasar rakyat, melihat dan menyentuh langsung kehidupan geliat ekonomi kerakyatan. Rakyat yang dimaksud adalah rakyat yang bergerak setiap hari untuk menjalani hidup di tengah gempuran jaman. Bukan rakyat yang memikirkan orang dan lingkungan sekitarnya. Seringnya kami menyusuri jalanan di pasar rakyat membuat kami memahami makna perjuangan yang sulit diceritakan dengan lembaran kata. Hingga di satu titik, eksploitasi pasar rakyat semakin menjadi. Gempuran berbagai tawaran dari pasar swasta yang lebih modern, yang kini menjadi pusat kebudayaan baru. Semua tampilan gaya hidup ditawarkan secara masif hanya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Dan tidak disangka, banyak aktifis pro rakyat yang mudanya berteriak kini menjadi bagian penting dari gerbong penipu rakyatnya sendiri. Tanpa kami sadari, wajah dan pakaian kami yang tidak seperti warga pasar pada umumnya membuat kami seolah tidak berbeda dengan para eksploitator itu. Disini langkah ku terhenti. Berpikir sejenak untuk tetap dapat membaur dengan warga namun tetap pada prinsip sabut kelapa yang pernah diajarkan pada ku. Seorang fasilitator itu bersikap seperti sabut kelapa, tidak tenggelam sepenuhnya, namun juga tidak mengapung sepenuhnya. Tenggelam pada arus yang menghilangkan kepribadiannya dan juga tidak membatasi ruang dengan tegas. Sabut kelapa yang berada di tengah antara permukaan dan dasar air. Posisi paling bersih dari debu dan kotoran hingga menjalankan tugas dengan garis prinsip yang jelas. Duduk di seorang pedagang jamu merupakan pilihan nyaman untuk menikmati pasar rakyat. Di tengah himpitan sesaknya pasar rakyar dari kebijakan yang tidak bijak di lapangan. Segelas kecil jamu dengan mendengarkan kisah dari pedagang jamu yang telah puluhan tahun menggeluti usaha jamu merupakan nyanyian tersendiri. Pesimis, minder dan diam. Rasa itu yang ku simpulkan dari rangkaian kisahnya. Tidak ada kebanggaan menjadi seorang pedagang kecil di pasar rakyat yang napasnya kini tersengal. Apalagi kebanggan menjadi pedagang jamu yang berpuluh tahun tidak berkembang. Tetap dengan beberapa botol bekas minuman merek perusahaan internasional dan sebuah meja kecil. Saat istrahat malam, penghuni wisma sofie berkumpul untuk berkisah perjalanan hari ini. Sepulang dari sebuah cafe jamu di jalan kaliurang, menginspirasi kami untuk dapat melatih kami berwirausaha. Ya, menjual jamu. Tentu malam ini kita membangun kekuatan ideologinya. Tanpa landasan ideologi, perjalanan ini mungkin akan tidak mudah kita jalani. Menjual dengan semangat “one day one jamu”, meminum jamu merupakan bagian dari kecintaan kita pada kekayaan bumi Indonesia. Jamu merupakan pilihan utama untuk semua kebutuhan tubuh kita, bukan herbal alternatif. Perlahan, lamat-lamat kami memproses jamu dari membeli bahan dan peralatan. Kuali berbahan genteng tanah liat, gelas batok kelapa, parut, kunyit, asam, gula jawa dan gula tebu. Kami menjual dengan botol ukuran 330 ml dengan harga Rp. 5.000. Diawal ini kami bisa memproduksi 10 botol sekali produksi, dengan warna kekuningan yang mewarnai kuku cantik kami. Di tengah kesibukan kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat) mahasiswi wisma sofie, produksi dan marketing produk. Berjualan hal ideologis memang butuh penjelasan ekstra bagi beberapa orang yang belum memahaminya. Berbeda dengan teman-teman di Sekolah Pasar Rakyat yang bermarkas di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, tanpa banyak berkisah mereka menjadi pelanggan tetap dengan segenap omelan dan kritiknya untuk meningkatkan mutu produksi. Ke berbagai pasar rakyat yang kami datangi pun menjadi perbandingan harga bahan produksi, sungguh kami mendapat banyak kisah. Harga kunyit kisaran Rp. 4.000-8.000, hingga di Rp. 3.000 membuat tercengang. Berapa keuntungan petaninya? Padahal dengan seiring banyaknya teman yang bertanya khasiat jamu kunyit asam ini kami juga belajar mencari tahu. Dengan mengetik di kitab canggih mbah google “manfaat kunyit asam”, kita akan menemukan berbagai khasiat luar biasa dari rimpang satu ini. membaca satu per satu manfaat kunyit asam membuat kita memahami betapa eksotika kekayaan Indonesia terpendam hanya ketidaktahuan kita akan apa yang kita miliki selama ini... Semakin semangat rasanya mengembangkan jamu sebagai wirausaha sosial, konsep yang sedang dikembangkan oleh beberapa komunitas di Indonesia sebagai jawaban tantangan kapitalisme global. Cita-cita ini nantinya akan mengembangkan pengrajin jamu seluruh Indonesia untuk dapat mengejar prosedur operasional standar produksi. Mendidik masyarakat Indonesia untuk terus belajar mengistimewakan Indonesia dari hal kecil di sekitar kita. Untuk semua bunda, cerita anak kurang gizi maupun malnutrisi hanya akan menjadi masa lalu. Karena dari dapur kita, kita bisa menyehatkan dan mencerdaskan anak-anak kita. Terima kasih, Ibunda yang selalu menginspirasi ;) Kami mencintai mu karena Allah mencintai mu... Bunga-bunga wisma sofie, FathiaLestari, KhildaMaulidiah, LilyRetnoA., RahmiWijayanti, Nurdana-Nurdani. Be inspire great mother ya!!!

Selasa, 01 Oktober 2013

raja di hati ku


Abah...
Perjalanan ini sangat singkat, tidak mudah kami berempat memahami ingin mu

Walau sering kami tidak bersepakat, kami tahu dirimu amat mencintai kami
Menyanyikan doa di ujung malam hanya buat kami
Anak-anak mu yang tak paham cinta

Karena mengungkap cinta tak semudah merasakannya

Antarkan kami berempat dalam bingkai pernikahan berkah
Ijinkan kami memuliakan mu
Agar anak-anak kami nanti mencintai mu

Di setiap kerinduan, aku hanya bisa menyapa semua bapak dengan senyuman
Berharap dirimu di jaga Allah
Memang kami tidak mudah berkata cinta pada mu
Semoga dirimu memahami, kami anak-anak yang juga mencintai dengan cara ini

Seorang teman pernah berkata,
“aku akan bersanding dengan pangeran hati ku, tapi Abah tetap raja di hati ku”  

cinta pertama ku


Saat ku mengetik ini, di samping ku ada cinta pertama ku.
Ibu, aku menyebutnya...
Kata pertama yang bisa ku ucap, dan paling senang ku sebut. Tiap sedih, senang, marah..
Semua rasa yang ku rasa...
Kini usia ku telah menginjak usia Ibu dulu memegang tangan ku dan baru belajar berjalan dan bicara
Masa itu telah lewat dalam angka 25 tahun lalu, 1988-2013
Deretan sejarah hidup ku, Ibu yang tahu.
TK, SD, SMP, SMA... kemudian aku memilih merantau meninggalkan tanah dewata untuk belajar
Obsesi ku untuk terus belajar, menjadikanku harus berpisah dengan kalian...
Abah, Dik Ki, Dik Di, Dik Vi...
Hanya cinta dalam tiap doa ku persembahkan pada Maha Cinta untuk karya-karya ibadah kita nanti

Lantunan lagu ada band, potret pesona mu..
Menginspirasi tulisan ini...
Seminggu ini kita bersama lagi, Ibu menemani aku menyelesaikan belajar ku
Harapan yang lama terpendam kenyataan
Kesendirian mu merawat kami berempat 10 tahun belakangan mencipta gurat di wajah cantik Ibu
Setiap kali duduk, bicara masa lalu air mata kita menggenang
Air mata yang menguatkan kita dalam perjalanan ini
Dan aku hanya meminta untuk kita bicara masa esok untuk lebih semangat

Karena sebentar lagi, aku akan bersanding dengan seseorang yang juga mencintai ku
Ibu tetap cinta pertama untuk ku
Ijinkan aku belajar mencintai kesederhanaan dan ketegaran mu
Dalam ruang memutihnya rambut, Ibu menjadi alasan aku terus membaikkan diri

Terus bersyukur pada kehidupan, bersabar pada keganasan hari
Semoga Allah membaikkan hidup dan mengampuni Ibu