Kamis, 10 Juli 2014

menuju rumah


Beranjak dewasa, beranjak dari seperempat abad usia. Ternyata kekuatan fisik menurun, ketajaman ingatan seketika melemah. Dan aku masih sendiri menunggu di dalam rumah, seseorang yang mengetuk pintu. Menjemput ku dan mengajak ku menikmati pendar matahari dan rintik hujan. Aku ingin pulang, di sebuah rumah yang menerima ku apa adanya dan terus mengijinkan ku belajar. Merindu rumah yang berpondasi pada Maha Hidup. Bertiang penghambaan dan totalitas perjuangan. Berpintu senyum dan berjendela tawa. Dengan atap biru yang luas menghampar segala kreatifitas menjalani hidup yang terasa singkat ini.
Merindu rumah yang pagi hari mengucap nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang…
Melewati hari dengan segenap rasa syukur…
Memandang jingga matahari terbenam dengan selaksa doa, semoga esok lebih baik 
Dan menutup hari dengan renungan, impian dan cita cinta….
Indahnya, menutup mata setelah semua tugas selesai, bertemu pada Maha Hidup dengan keyakinan akan balasan rumah abadi yang tidak ada lagi air mata, kecewa, terluka. Rumah yang hanya ada senyum dan tawa melihat amal yang telah terbuat. Bekerja untuk kehidupan, membangun rumah untuk setitik senyuman anak dunia, kampung pelajar, menikah dalam perjuangan, melahirkan mujahid Islam dan terus belajar hingga di setiap jengkal bumi.
Merindu rumah yang memeluk erat saat mulai letih, menggenggam tangan yang mulai gemetar dengan riuh perjalanan. Merindu rumah yang mengajari bahwa hidup untuk perjuangan. Merindu rumah yang menerima bagaimana adanya aku. Merindu rumah yang memberi kesempatan belajar dan menemukan sesuatu. Merindu rumah yang mengerti….

Jumat, 04 Juli 2014

berjalan terus teman...

Berjalan… terus berjalan. Hingga tidak lagi ada rasa sakit, hingga sakit itu hanya menjadi bagian kecil dalam perjalanan kita. Diri mu tahu, kesendirian ini mengkhawatirkan. Khawatir akan menyesatkan laku ku yang telah lama terjaga. Menanti mu menjadi perjuangan yang lain. Diantara semua, punggung ku mulai sering nyeri. Menuntut sandaran punggung yang lebih kuat. Kuat mengantarkan hingga di ujung usia. Berjalan… terus berjalan. Agar waktu kita tidak tersia, semua menjadi saksi ikhtiar kita. Hidup harus dilanjutkan teman. Apapun, bagaimanapun. Waktu tidak sempat menunggu. Teruslah berjalan.
Melangkah, hingga langkah kita menjadi penolong di hari nanti.
Perjuangan ini masih panjang sahabat, dan waktu kita sempit untuk sekedar duduk tanpa kerja. Dan akhirnya aku harus mengatakan, kesempatan kita saling menasehati hanya sebatas pintu gerbang. Selebihnya, ku titipkan pada Allah. Hanya padaNya ku percayakan pertemuan indah kita di akhirat. Tersenyum melihat kebersamaan kita dalam memperjuangkan kebaikan.
Pelajar Islam Indonesia (PII) rumah kita, universitas kita, medan juang kita. Mempertemukan kita dalam berbagai rupa. Letih, sedih, perih tak jarang tersenyum dan tergelak tawa. Semua hanya menjadi bagian yang selalu mewarnai perjalanan kita.
Belajar dari proses ini, aku menyadari menanti seorang pejuang yang tegar menentang badai dan mengangkat panji kejayaan Islam adalah perjuangan yang tidak mudah.


Tulisan yang didedikasikan untuk segenap panitia, tim instruktur dan peserta  yang mengajarkan banyak hal.

Medan Intermediate Leadership Training
Tegal, Jawa Tengah. 2 Ramadhan 1435 / 29 Juni 2014 2.33 am

Khilda Maulidiah