Selasa, 25 September 2012

Sendiri berjelaga dengan hati




Aku merasakan sepi, sendiri... bila saat itu aku melupakanNya. Aku lupa jika Dia, Maha Melihat tulisan dari hati ku. Aku lupa jika Dia, Maha Mendengar senandung pinta yang selalu ku iringi dalam tiap peluh. Potongan-potongan sejarah yang ku tanam kemarin, akan ku tuai. Jika bibit sejarah itu berkualitas, tentu akan ku tuai buah yang amat baik. Begitu juga sebaliknya. Dia selalu mendampingi ku, hanya saja aku yang tak merasakan kehadiranNya. Seperti seorang yang tak mampu melihat, namun begitu diperhatikan sahabatnya ketika melangkah. Ketidakmampuan ku melihatNya karena jelaga yang memenuhi hati ini dengan titik-titik kesalahan. Aku masih sangat panik jika baju putih ku ternoda, walau hanya setitik. Tapi tidak sama halnya dengan hati ku, aku merasa tak perlu panik. Karena hati terletak di dalam rongga tubuh yang dijaga dengan baik. Aku pun menganggap tak akan ada yang tampak dengan titik noda di hati ku. Aku lupa lagi, jika apa yang kita tampilkan adalah cermin hati. Yang kita lakukan menjadi tuntunan dan teladan untuk orang yang melihat. Tanpa kita sadari kesalahan karena kekhilafan itu menjadi pembenaran untuk orang lain melakukan hal yang sama. Kita tak punya kekuasaan apapun atas hidup kita. Hanya berusaha menjaga hati yang mampu kita lakukan. Menjaga agar hati tetap keadaannya, sesuai titipanNya. Tak retak sedikit pun. Kita nanti kembalikan dalam keadaan terbaik. Mustahil kita menaklukan dunia, bila ternyata hati kita saja tak mampu kita taklukan dengan menyenangi kebaikan.

Hati pun mudah luka dan robek, hanya buru-buru menanti datangnya pelangi. Aku lupa, jika pelangi berpendar sesaat setelah langit mencurahkan air mata hujan. Yang bisa saja diiringi badai dan petir. Proses ini menjadikan keberadaan pelangi itu semakin indah. Tentu hikmah adalah mutiara di dasar laut. Kita perlu menyelam yang dalam untuk menemukan rumah mutiara tumbuh. Lalu kita berusaha lagi mengetuk rumah mutiara itu untuk bisa menikmati indahnya. Tak banyak orang bertahan menyelam hingga ke dasar. Aku mencoba kembali berdiri, meyakini bahwa aku diciptakan lebih hebat daripada keadaan. Sehingga aku bisa mengatasi segala keadaan yang ada. Setiap detik akan mendewasakan hati, dan karena aku hadir sebagai pemenang kehidupan. Melupakan Maha Pencipta adalah kesalahan terbesar bagi hati. Berhati-hatilah dengan hati.

                                                                                Tepi kota, sudut hati menahan terik.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar