Khilda Maulidiah
Dept. Training dan Kursus PB PII periode 2012-2015
Persyaratan Pendidikan Instruktur Lanjut (PIL) Jakarta, 2014
Judul Buku :
Pesantren, Madrasah, Sekolah
Pendidikan Islam dalam Kurun Modern
Penulis :
Karel A. Steenbrink
Penerbit :
PT Pustaka LP3S Indonesia
Tahun Terbit :
1974
Terjemahan :
Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman
Tebal Halaman :
252 halaman
Synopsis
Buku ini merupakan hasil penelitian saat penulis tamat dari
Fakultas Teologi Universitas Katolik Nijmegen, Belanda jurusan studi agama
Islam dari segi perbandingan agama. Dimulai tahun 1970. Studi mengenai
perkembangan Islam modern di Indonesia memang sering ditulis melalui perspektif
atau dengan latar belakang utama gerakan modernis. Buku yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia ini dalam garis besarnya identik dengan disertasi yang
dipertahankan pada Universitas Katolik Nijmegen pada bulan Juni 1974. Buku ini
merupakan hasil penelitian dan pengamatan di sejumlah pesantren di Jawa dan
Sumatera.
Kebijaksanaan Departemen Agama dalam bab pertama ini
digambarkan sebagai usaha konvergensi; yaitu usaha Departemen Agama untuk
memperkecil perbedaan antara dua pola pendidikan di lembaga umum dan lembaga
agama. Sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam
mengetahui de-politisasi: melepaskan diri dari politik praktis dan politik
partai serta lebih mementingkan cita-cita “asli” sebagai organisasi yang
bergerak di bidang dakwah dan pendidikan. Dalam periode itu juga tejadi
diversifikasi yang agak menonjol dalam dunia pesantren (yang sebenarnya melawan
arus umum di Indonesia yang justru bersifat seragam, yakni unifikasi menurut
satu model dengan pusatnya di Jakarta). Memang pesantren, sebagai lembaga
swasta yang berdikari , sudah sejak lama mempunyai diversifikasi intern. Dalam
abad ke-19 banyak pesantren mempunyai “spesialisasi” di bidang tradisional
seperti nahwu, sharaf, hadits, salah satu cabang fiqh dan penghafalan atau
pembacaan Qur’an. Diversifikasi dalam periode terakhir ini memang agak berbeda
coraknya : beberapa pesantren yang khususnya memperhatikan masalah ketrampilan
yang bisa dipakai di masyarakat pedesaan, mencapai kedudukan yang menonjol.
Antara lain Pesantren Pertanian Darul Fallah di Ciampea, Bogor dan Pabelan di
Muntilan mengembangkan pengajaran koperasi, teknologi tepat guna di bidang
pertanian, pembangunan, air bersih, dan pertukangan yang sangat berarti serta
mempunyai pengaruh dalam lingkungan yang sangat luas.
Madrasah masih terus berkembang dewasa ini. Di kota besar
malah ditemukan sejumlah madrasah ibtidaiyah yang bermutu tinggi sehingga mampu
bersaing dengan sekolah yang dikelola oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Mengenai madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah keadaannya belum
begitu jelas: ternyata jumlah lembaga ini tidak begitu berkembang, apalagi
baru-baru ini SMA juga akan membuka jurusan agama, sehingga pada tingkat ini
persaingan antara sekolah umum dan sekolah agama tetap berlangsung. Belum bisa
dipastikan, apakah untuk jangka panjang model pendidikan ini akan mempunyai
mutu dan daya tarik yang cukup untuk menjamin kelangsungannya.
Buku ini merupakan pengamatan dari luar. Data pencerminan
ini dapat berarti sebagai sumbangan terhadap self reflection: sebuah renungan
terhadap diri sendiri dan ummat Islam di Indonesia.
Dari pesantren hingga madrasah dan sekolah, asal usul sistem
pendidikan dualistis antara sekoalh umum dan sekolah agama. Situasi pendidikan
Islam pada awal abad ke-20, pengajaran Al Qur’an : pendidikan Islam yang paling
sederhana. Pengajian kitab : Pendidikan Lanjutan. Beberapa catatan mengenai
asal-usul sistem pesantren, sistem pendidikannya bersifat agama, guru tidak
mendapatkan gaji, penghormatan yang besar terhadap guru dan para murid yang
pergi meminta-minta ke luar lingkungan pondok. Akhirnya dia juga menyebutkan
letak pesantren yang didirikan di luar kota, dapat dijadikan alasan untuk
membuktikan asal-usul pesantren dari Hindu.
Mahmud Junus menyatakan bahwa asal-usul pendidikan
individual yang dipergunakan dalam pesantren serta pendidikan yang dimulai dengan
pelajaran Bahasa Arab, ternyata dapat diketemukan di Baghdad ketika menjadi
pusat dan ibu kota wilayah Islam.
Kesimpulannya :
Kenyataansebagai mana digambarkan dalam uraian tersebut di
atas, memperkuat pendapat mengenai perkembangan interen Islam di Indonesia,
terutama anggapan bahwa Islam lebih sempurna, menyesuaikan diri dengan konsep
yang telah dirumuskan dalam teologi tradisional, dan proses intelektualisasi
dalam arti bahwa kenyataan ini semakin lama semakin sesuai dengan hakekat
pengertian agama Islam.
Mengenai perkembangan ekstren agama Islam sebagaimana yang
akan dibicarakan, dari penelitian yang telah dapat diambil kesimpulan bahwa
makin lama perkembangan ini makin disadari jurang pemisah, yaitu antara Islam
dan realitas masyarakat Indonesia yang tidak selalu identik. Mengenai hubungan
intern Indonesia, tekanan pada studi Bahasa Arab terutama ditekankan pada
didaktik yang baik untuk penguasaan bahasa Arab, hal ini menunjukkan beberapa
aspek :
1.
Intelektualisasi isi agama
yang dalam abad ini diberikan tekanan pada pengertian, nas agama, kritik
terhadap bacaan Qur’an yang tidak dipahami, serta kritik terhadap bacaan Al
Qur’an untuk maksud-maksud magis, mantera dan jampi semata.
2.
Proses Islamisasi di
Indonesia makin lama makin maju. Sebenarnya Islam Indonesia sudah merupakan
sinkretisme sejak permulaan kedatangannya ke Indonesia : sejak permulaan itu
sudah diketemukan adanya unsur yang tidak cocok dengan Islam yang sempurna.
Kelebihan
Data-data yang disampaikan luas dengan berbagai perspektif,
penjelasan mendalam dari tinjauan historis era colonial Belanda hingga
kemerdekaan Indonesia. Penjelasan profil guru dari kyai haji ke Drs. yang
kemudian menguat paradigma bergesernya nilai Islam secara formal. Bagian-bagian
perubahan materi pengajaran agama dan penghargaan agama terhadap pendidikan
umum. Batas antara pendidikan umum dan agama menjadi topic menarik.
kekurangan
perspektif peneliti yang bukan mengimani Islam sangat netral
melihat apa yang diamati. Bahkan di beberapa penjelasan membandingkan dengan
agama yang dianutnya. Kajian sosiologisnya juga masih kurang kuat dikajian
perspektif Islam sebagai sudut pandang subjek penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar