Sabtu, 06 Desember 2014

Pesantren Madrasah Sekolah


Khilda Maulidiah
Dept. Training dan Kursus PB PII periode 2012-2015
Persyaratan Pendidikan Instruktur Lanjut (PIL) Jakarta, 2014


Judul Buku                          : Pesantren, Madrasah, Sekolah
                                                  Pendidikan Islam dalam Kurun Modern
Penulis                                 : Karel A. Steenbrink
Penerbit                              : PT Pustaka LP3S Indonesia
Tahun Terbit                      : 1974
Terjemahan                       : Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman
Tebal Halaman                  : 252 halaman

Synopsis
Buku ini merupakan hasil penelitian saat penulis tamat dari Fakultas Teologi Universitas Katolik Nijmegen, Belanda jurusan studi agama Islam dari segi perbandingan agama. Dimulai tahun 1970. Studi mengenai perkembangan Islam modern di Indonesia memang sering ditulis melalui perspektif atau dengan latar belakang utama gerakan modernis. Buku yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ini dalam garis besarnya identik dengan disertasi yang dipertahankan pada Universitas Katolik Nijmegen pada bulan Juni 1974. Buku ini merupakan hasil penelitian dan pengamatan di sejumlah pesantren di Jawa dan Sumatera.
Kebijaksanaan Departemen Agama dalam bab pertama ini digambarkan sebagai usaha konvergensi; yaitu usaha Departemen Agama untuk memperkecil perbedaan antara dua pola pendidikan di lembaga umum dan lembaga agama. Sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam mengetahui de-politisasi: melepaskan diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih mementingkan cita-cita “asli” sebagai organisasi yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan. Dalam periode itu juga tejadi diversifikasi yang agak menonjol dalam dunia pesantren (yang sebenarnya melawan arus umum di Indonesia yang justru bersifat seragam, yakni unifikasi menurut satu model dengan pusatnya di Jakarta). Memang pesantren, sebagai lembaga swasta yang berdikari , sudah sejak lama mempunyai diversifikasi intern. Dalam abad ke-19 banyak pesantren mempunyai “spesialisasi” di bidang tradisional seperti nahwu, sharaf, hadits, salah satu cabang fiqh dan penghafalan atau pembacaan Qur’an. Diversifikasi dalam periode terakhir ini memang agak berbeda coraknya : beberapa pesantren yang khususnya memperhatikan masalah ketrampilan yang bisa dipakai di masyarakat pedesaan, mencapai kedudukan yang menonjol. Antara lain Pesantren Pertanian Darul Fallah di Ciampea, Bogor dan Pabelan di Muntilan mengembangkan pengajaran koperasi, teknologi tepat guna di bidang pertanian, pembangunan, air bersih, dan pertukangan yang sangat berarti serta mempunyai pengaruh dalam lingkungan yang sangat luas.
Madrasah masih terus berkembang dewasa ini. Di kota besar malah ditemukan sejumlah madrasah ibtidaiyah yang bermutu tinggi sehingga mampu bersaing dengan sekolah yang dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mengenai madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah keadaannya belum begitu jelas: ternyata jumlah lembaga ini tidak begitu berkembang, apalagi baru-baru ini SMA juga akan membuka jurusan agama, sehingga pada tingkat ini persaingan antara sekolah umum dan sekolah agama tetap berlangsung. Belum bisa dipastikan, apakah untuk jangka panjang model pendidikan ini akan mempunyai mutu dan daya tarik yang cukup untuk menjamin kelangsungannya.
Buku ini merupakan pengamatan dari luar. Data pencerminan ini dapat berarti sebagai sumbangan terhadap self reflection: sebuah renungan terhadap diri sendiri dan ummat Islam di Indonesia.
Dari pesantren hingga madrasah dan sekolah, asal usul sistem pendidikan dualistis antara sekoalh umum dan sekolah agama. Situasi pendidikan Islam pada awal abad ke-20, pengajaran Al Qur’an : pendidikan Islam yang paling sederhana. Pengajian kitab : Pendidikan Lanjutan. Beberapa catatan mengenai asal-usul sistem pesantren, sistem pendidikannya bersifat agama, guru tidak mendapatkan gaji, penghormatan yang besar terhadap guru dan para murid yang pergi meminta-minta ke luar lingkungan pondok. Akhirnya dia juga menyebutkan letak pesantren yang didirikan di luar kota, dapat dijadikan alasan untuk membuktikan asal-usul pesantren dari Hindu.
Mahmud Junus menyatakan bahwa asal-usul pendidikan individual yang dipergunakan dalam pesantren serta pendidikan yang dimulai dengan pelajaran Bahasa Arab, ternyata dapat diketemukan di Baghdad ketika menjadi pusat dan ibu kota wilayah Islam.
Kesimpulannya :
Kenyataansebagai mana digambarkan dalam uraian tersebut di atas, memperkuat pendapat mengenai perkembangan interen Islam di Indonesia, terutama anggapan bahwa Islam lebih sempurna, menyesuaikan diri dengan konsep yang telah dirumuskan dalam teologi tradisional, dan proses intelektualisasi dalam arti bahwa kenyataan ini semakin lama semakin sesuai dengan hakekat pengertian agama Islam.
Mengenai perkembangan ekstren agama Islam sebagaimana yang akan dibicarakan, dari penelitian yang telah dapat diambil kesimpulan bahwa makin lama perkembangan ini makin disadari jurang pemisah, yaitu antara Islam dan realitas masyarakat Indonesia yang tidak selalu identik. Mengenai hubungan intern Indonesia, tekanan pada studi Bahasa Arab terutama ditekankan pada didaktik yang baik untuk penguasaan bahasa Arab, hal ini menunjukkan beberapa aspek :
1.       Intelektualisasi isi agama yang dalam abad ini diberikan tekanan pada pengertian, nas agama, kritik terhadap bacaan Qur’an yang tidak dipahami, serta kritik terhadap bacaan Al Qur’an untuk maksud-maksud magis, mantera dan jampi semata.
2.       Proses Islamisasi di Indonesia makin lama makin maju. Sebenarnya Islam Indonesia sudah merupakan sinkretisme sejak permulaan kedatangannya ke Indonesia : sejak permulaan itu sudah diketemukan adanya unsur yang tidak cocok dengan Islam yang sempurna. 

Kelebihan
Data-data yang disampaikan luas dengan berbagai perspektif, penjelasan mendalam dari tinjauan historis era colonial Belanda hingga kemerdekaan Indonesia. Penjelasan profil guru dari kyai haji ke Drs. yang kemudian menguat paradigma bergesernya nilai Islam secara formal. Bagian-bagian perubahan materi pengajaran agama dan penghargaan agama terhadap pendidikan umum. Batas antara pendidikan umum dan agama menjadi topic menarik.

kekurangan
perspektif peneliti yang bukan mengimani Islam sangat netral melihat apa yang diamati. Bahkan di beberapa penjelasan membandingkan dengan agama yang dianutnya. Kajian sosiologisnya juga masih kurang kuat dikajian perspektif Islam sebagai sudut pandang subjek penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar