Selasa, 07 Oktober 2014

menunggu dan menanti

Menunggu… sebuah kata kerja yang paling menyebalkan mungkin. Banyak orang menghindari pekerjaan ini. Tidak terkecuali aku, berupaya semaksimal mungkin untuk mengerjakan segala sesuatu tanpa perlu ada waktu menunggu. Karena menunggu seolah waktu terbuang.
Tapi…
Di satu titik aku mengerti, menunggu tidak seburuk itu. Menunggu untuk sebuah kebaikan artinya penuh pertimbangan dan tidak tergesa. Dan, paling penting aku menyadari betapa emosionalnya kita yang tidak menghargai arti menunggu.
Sejurus dengan itu, menanti lebih meliki makna mendalam. Menanti jawaban tiap doa kita misalnya. Penantian dengan harap dan cemas. Penantian yang teriring dengan ikhtiar maksimal. Dan, menanti artinya sedikit bersabar. Iya, sedikit kesabaran untuk mencapai tujuan.
Sabar ya… Semua punya waktunya.
Semoga setiap urusan dimudahkan untuk menyiapkan hari istimewa itu lebih tenang. Aamiin.
Jadi, menunggu atau menanti adalah mengantre giliran. Semua hal akan dipergilirkan, lahir, menikah dan meninggal. Tinggal menyiapkan proses terbaik yang mendekati kebaikan dari RidhoNya.
Mengawali dan mengakhiri sesuatu menjadi sebuah keniscayaan. Proses antara awal dan akhir itu yang tidak semudah menunggu maupun menanti. Kita harus memiliki kendali setiap apa yang terjadi. Tetap tenang dan bijaksana melihat sesuatu. Agar setiap keputusan tindakan kita bermanfaat untuk banyak hal.
Apa-apa yang berani kita mulai, kita juga harus berani menyelesaikan.
Bertanggungjawab pada pilihan kita. Sesuatu di luar diri kita hanya perantara rasa.
Dengan nama Allah, aku mengawali ini. Dan atas nama Allah aku bertahan hingga batas waktunya telah usai.


Saat dimana keputusan yang tidak perlu ditanya lagi…

Senja Jogja, pertengahan Zulhijjah 1435 / menjelang tahun ke 26 masehi