Dalam
ritualitas keagamaan di masing-masing agama memiliki perbedaan pelaksanaan yang
memiliki satu tujuan yang hampir mirip. Ada yoga, semedi, sholat, pengakuan
dosa dan lainnya. Seperti kondisi badan kita yang membutuhkan nutrisi dari
sumber makanan, mental dan kejiwaan kita juga membutuhkan nutrisi. Nutrisi
untuk mental dan kejiwaan kita berasal dari ritual ibadah yang kita lakukan.
Bila
kita mendapati seseorang yang meninggalkan ibadahnya seperti golongan agnostic
maupun atheism maka kita perlu menganalisa kembali diri kita. Mengenal diri
kita ini terdiri dari bagian jiwa dan badan yang keduanya tidak dapat berjalan
sendiri-sendiri. Antara jiwa dan badan menjadi satu kesatuan yang saling
menguatkan. Sehingga tidak akan ada artinya bila salah satunya berjalan
sendiri. Keterikatan ini menjadikan manusia berbeda dengan makhluk tuhan lain.
Ritual-ritual
ibadah yang dilakukan akan membentuk karakter sesuai dengan sejauh mana
seseorang memaknai ibadah yang dilakukannya. Jika ibadah hanya dipandang
sebagai suatu “kewajiban” beragama, tak jarang kita akan melihat ibadah itu
hanya sambil lalu dan justru menjadi beban. Sehingga beberapa orang menganggap
bahwa ibadah tidak berkorelasi langsung kepada karakter. Bila kita tinjau
kembali, orang-orang yang benar dan baik melaksanakan ibadah ia akan memiliki
hubungan yang baik pula dalam lingkungan sekitarnya.
Benar
mengikuti sesuai yang telah dicontohkan oleh pembawa ajaran agamanya, kemudian
baik secara kualitas. Seseorang tersebut akan memiliki pandangan hidup positif
dan mampu melakukan kerja-kerja yang menunjukkan baiknya perhatian pada
lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar yang mencakup hubungan social masyarakat
dan cinta lingkungan hidup
Tahapan
jiwa menuju fase kepasrahan total memang tidak akan serta merta, perlu proses
yang trus dikembangkan. Awalnya kita mencari tuhan yang mampu kita jadikan
sandaran hidup, kemudian setelah meyakini adanya tuhan kita akan mencari makna
dari hidup. Dari mana, di mana dan akan kemana hidup kita? Pertanyaan ini
menjadi landasan kehidupan seseorang yang akan menjadikan dia berkarya.
Karya-karya
hidup yang menjadi bagian dari eksistensinya sebagai manusia. Manifestasi
karya-karya hidup ini akan menjadi pondasi akar dari suatu peradaban. Dengan
karya, peradaban manusia masih berlangsung hingga kini. Ketika seseorang mampu
menghasilkan karya, artinya seseorang itu mampu mengidentifikasi dirinya
sebagai makhluk tuhan dan social yang memiliki peran. Seseorang tersebut tidak
akan mudah terpengaruh dengan kondisi eksternal yang dinamis selalu berubah.
Kemampuan adaptasi yang tinggi akan tumbuh seiring dengan prosesnya memaknai
hidup.
Kesehatan
mental yang juga dipengaruhi dengan keagamaan seseorang terdiri dari beberapa
teori yang menguatkan. Teori-teori tersebut adalah :
-
Teori Demologis vs teori
Naturalistis yang menyebutkan kekalutan mental disebabkan unsure mistik, setan,
roh jahat semacam dukun. Sedangkan teori Naturalistis menyebutkan tingkah laku
menyimpang disebabkan oleh proses fisik.
-
Teori Organis dan teori
Psikologis yang menyebutkan kekalutan mental disebabkan kerusakan jaringan
otot/gangguan biokemis pada otak yang disebabkan factor genetic disfungsi
endoktrin, infeksi atau luka. Sedangkan teori Psikologis Freud yang menyebabkan
patologis disebabkan proses belajar yang keliru seperti kesalahan didik.
-
Teori Intrapsikis dan teori
Behavioristis yang menyebutkan kekalutan mental dibentuk dari kesalahan
karakter dan konflik yang menyusut tajam pada kejiwaan cenderung
internal/batin. Dan teori Behavioristis tingkah laku abnormal lebih disebabkan
kebiasan maladaptive, salah dalam penyesuaian diri. Maka gangguan mental
condong ke eksternal/lahir.
Terapi
keagamaan
Orang
yang tidak merasa tenang, aman serta tenteram dalam hatinya adalah termasuk
sakit mental menurut H. Carl Witherington. Setiap manusia memiliki kebutuhan
yang bila tidak terpenuhi maka diperlukan penyesuaian diri. Proses penyesuaian
diri mengkondisikan kehidupan yang lebih baik. Fase perubahan ini menimbulkan
pertentangan batin yang bila tidak berjalan lancar akan terjadi ketidakseimbangan
mental.
Diperlukan
terapi sebagai usaha penanggulangan penyakit yang dalam diri. Bentuk terapi ada
berbagai macam, misalnya dengan pendekatan agama, ada pula pijatan bahkan
operasi. Tingkatan kekusutan fungsi jiwa adalah psychopath, psychoneurose, dan
psikotis. Psychopath adalah tingkatan terparah yang dialami seseorang tanpa
lagi mampu menyadari apa yang dilakukannya sebagai kesalahan. Sebab penderita
mengalami “kebahagiaan” tersendiri bila melakukannya. Psychoneurose ditunjukkan
dengan adanya penyimpangan pada perilaku yang tidak sesuai dengan norma
masyarakat. Sedangkan psikotis memerlukan perawatan khusus untuk dapat
ditangani secara intensif.
Ciri-ciri
dari kekusutan mental atau mental disorder ini adalah sebagai berikut :
-
Psychopath :
pengintegrasian pribadi yang sulit bertanggungjawab moral dengan yang dilakukan
dan selalu konflik dengan norma. Tingkah laku asocial, bersikap aneh, suka
mengembara, labil, disoerintasi lingkungan, tidak memiliki loyalitas, emosi
tidak matang, hingga penyimpangan seksualitas.
-
Psikoneurose : gangguan
pada system syaraf/psikis dengan unsur kecemasan secara tidak sadar sebagai
mekanisme pertahanan diri. Penyebabnya karena tekanan social dan cultural yang
sangat kuat, frustasi, irrasional, labil dan kemauan lemah. Macam gangguannya
berupa ;
1. Histeria disorder psikoneurotik ditandai emosional ekstrem
2. Psikastenia gejala yang dibarengi kompulsi, obsesi, fobia
dan cenderung irrasional
3. Ticks, gangguan gerak wajah
4. Hipoklondria, kecemasan kronis terhadap kesehatan sendiri
5. Neurastenia, syaraf lemah tanpa energy, cepat lelah, dan
malas berbuat sesuatu
6. Neurosis kecemasan kronis pada ancaman yang tidak spesifik
7. Psikosomatis pada fisik disebabkan konflik psikis
- Psikotis : disorder mental yang bersifat non
organic, ditandai disintegrasi kepribadian dan maladjustment sosial yang berat.
Penderita tidak mampu menjalin relasi dengan dunia luar, sering terputus dengan
realitas hidup lalu menjadi inkompeten social. Terdapat gangguan karakter dan
fungsi intelaktual. Penyebabnya adalah ;
1. Pembawaan mental dan jasmani yang
herediter dari generasi sebelumnya yang pernah mengalami
2. kebiasaan mental yang buruk dan pola
kebiasaan yang salah sejak masa kecil, ditambah dengan maladjustment yang
parah.
Langkah-langkah
mengatasinya adalah dengan tetap berusaha membangun relasi social. Tetap
beraktifitas, terlibat dalam komunitas positif yang mendukung, belajar mengenal
diri dan menerima diri, menghindari aktifitas tidak produktif. Terpenting
adalah membangun hubungan yang baik dengan tuhan pencipta kita dengan
membaikkan kualitas ibadah kita kita. Dengan baiknya kualitas ibadah kita, maka
akan membaikkan pula kualitas hidup kita.
Penanggulangan
kekusutan mental dapat dilakukan sejak dini bila seseorang tersebut dapat untuk
menyesuaikan diri dengan norma moral masyarakat. Agama juga berperan penting
dalam menangani kekusutan mental dengan nilai moralotas di dalamnya.
Dengan
ini, tentu kutipan dari Prof. Dr. Zakiah Darajat menjadi relevan. Yaitu
“Psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang
atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Karena cara seseorang
berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi pribadi”. Keyakinan
yang kita bangun akan membentuk karakter diri kita.