Minggu, 18 Agustus 2013

agama pembentuk mental yang sehat



Dalam ritualitas keagamaan di masing-masing agama memiliki perbedaan pelaksanaan yang memiliki satu tujuan yang hampir mirip. Ada yoga, semedi, sholat, pengakuan dosa dan lainnya. Seperti kondisi badan kita yang membutuhkan nutrisi dari sumber makanan, mental dan kejiwaan kita juga membutuhkan nutrisi. Nutrisi untuk mental dan kejiwaan kita berasal dari ritual ibadah yang kita lakukan.
Bila kita mendapati seseorang yang meninggalkan ibadahnya seperti golongan agnostic maupun atheism maka kita perlu menganalisa kembali diri kita. Mengenal diri kita ini terdiri dari bagian jiwa dan badan yang keduanya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Antara jiwa dan badan menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan. Sehingga tidak akan ada artinya bila salah satunya berjalan sendiri. Keterikatan ini menjadikan manusia berbeda dengan makhluk tuhan lain.
Ritual-ritual ibadah yang dilakukan akan membentuk karakter sesuai dengan sejauh mana seseorang memaknai ibadah yang dilakukannya. Jika ibadah hanya dipandang sebagai suatu “kewajiban” beragama, tak jarang kita akan melihat ibadah itu hanya sambil lalu dan justru menjadi beban. Sehingga beberapa orang menganggap bahwa ibadah tidak berkorelasi langsung kepada karakter. Bila kita tinjau kembali, orang-orang yang benar dan baik melaksanakan ibadah ia akan memiliki hubungan yang baik pula dalam lingkungan sekitarnya.
Benar mengikuti sesuai yang telah dicontohkan oleh pembawa ajaran agamanya, kemudian baik secara kualitas. Seseorang tersebut akan memiliki pandangan hidup positif dan mampu melakukan kerja-kerja yang menunjukkan baiknya perhatian pada lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar yang mencakup hubungan social masyarakat dan cinta lingkungan hidup
Tahapan jiwa menuju fase kepasrahan total memang tidak akan serta merta, perlu proses yang trus dikembangkan. Awalnya kita mencari tuhan yang mampu kita jadikan sandaran hidup, kemudian setelah meyakini adanya tuhan kita akan mencari makna dari hidup. Dari mana, di mana dan akan kemana hidup kita? Pertanyaan ini menjadi landasan kehidupan seseorang yang akan menjadikan dia berkarya.
Karya-karya hidup yang menjadi bagian dari eksistensinya sebagai manusia. Manifestasi karya-karya hidup ini akan menjadi pondasi akar dari suatu peradaban. Dengan karya, peradaban manusia masih berlangsung hingga kini. Ketika seseorang mampu menghasilkan karya, artinya seseorang itu mampu mengidentifikasi dirinya sebagai makhluk tuhan dan social yang memiliki peran. Seseorang tersebut tidak akan mudah terpengaruh dengan kondisi eksternal yang dinamis selalu berubah. Kemampuan adaptasi yang tinggi akan tumbuh seiring dengan prosesnya memaknai hidup.
Kesehatan mental yang juga dipengaruhi dengan keagamaan seseorang terdiri dari beberapa teori yang menguatkan. Teori-teori tersebut adalah :
-          Teori Demologis vs teori Naturalistis yang menyebutkan kekalutan mental disebabkan unsure mistik, setan, roh jahat semacam dukun. Sedangkan teori Naturalistis menyebutkan tingkah laku menyimpang disebabkan oleh proses fisik.
-          Teori Organis dan teori Psikologis yang menyebutkan kekalutan mental disebabkan kerusakan jaringan otot/gangguan biokemis pada otak yang disebabkan factor genetic disfungsi endoktrin, infeksi atau luka. Sedangkan teori Psikologis Freud yang menyebabkan patologis disebabkan proses belajar yang keliru seperti kesalahan didik.
-          Teori Intrapsikis dan teori Behavioristis yang menyebutkan kekalutan mental dibentuk dari kesalahan karakter dan konflik yang menyusut tajam pada kejiwaan cenderung internal/batin. Dan teori Behavioristis tingkah laku abnormal lebih disebabkan kebiasan maladaptive, salah dalam penyesuaian diri. Maka gangguan mental condong ke eksternal/lahir.

Terapi keagamaan
Orang yang tidak merasa tenang, aman serta tenteram dalam hatinya adalah termasuk sakit mental menurut H. Carl Witherington. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang bila tidak terpenuhi maka diperlukan penyesuaian diri. Proses penyesuaian diri mengkondisikan kehidupan yang lebih baik. Fase perubahan ini menimbulkan pertentangan batin yang bila tidak berjalan lancar akan terjadi ketidakseimbangan mental.
Diperlukan terapi sebagai usaha penanggulangan penyakit yang dalam diri. Bentuk terapi ada berbagai macam, misalnya dengan pendekatan agama, ada pula pijatan bahkan operasi. Tingkatan kekusutan fungsi jiwa adalah psychopath, psychoneurose, dan psikotis. Psychopath adalah tingkatan terparah yang dialami seseorang tanpa lagi mampu menyadari apa yang dilakukannya sebagai kesalahan. Sebab penderita mengalami “kebahagiaan” tersendiri bila melakukannya. Psychoneurose ditunjukkan dengan adanya penyimpangan pada perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat. Sedangkan psikotis memerlukan perawatan khusus untuk dapat ditangani secara intensif.
Ciri-ciri dari kekusutan mental atau mental disorder ini adalah sebagai berikut :
-          Psychopath : pengintegrasian pribadi yang sulit bertanggungjawab moral dengan yang dilakukan dan selalu konflik dengan norma. Tingkah laku asocial, bersikap aneh, suka mengembara, labil, disoerintasi lingkungan, tidak memiliki loyalitas, emosi tidak matang, hingga penyimpangan seksualitas.
-          Psikoneurose : gangguan pada system syaraf/psikis dengan unsur kecemasan secara tidak sadar sebagai mekanisme pertahanan diri. Penyebabnya karena tekanan social dan cultural yang sangat kuat, frustasi, irrasional, labil dan kemauan lemah. Macam gangguannya berupa ;
1. Histeria disorder psikoneurotik ditandai emosional ekstrem
2. Psikastenia gejala yang dibarengi kompulsi, obsesi, fobia dan cenderung irrasional
3. Ticks, gangguan gerak wajah
4. Hipoklondria, kecemasan kronis terhadap kesehatan sendiri
5. Neurastenia, syaraf lemah tanpa energy, cepat lelah, dan malas berbuat sesuatu
6. Neurosis kecemasan kronis pada ancaman yang tidak spesifik
7. Psikosomatis pada fisik disebabkan konflik psikis
-      Psikotis : disorder mental yang bersifat non organic, ditandai disintegrasi kepribadian dan maladjustment sosial yang berat. Penderita tidak mampu menjalin relasi dengan dunia luar, sering terputus dengan realitas hidup lalu menjadi inkompeten social. Terdapat gangguan karakter dan fungsi intelaktual. Penyebabnya adalah ;
1. Pembawaan mental dan jasmani yang herediter dari generasi sebelumnya yang pernah mengalami
2.   kebiasaan mental yang buruk dan pola kebiasaan yang salah sejak masa kecil, ditambah dengan maladjustment yang parah.
Langkah-langkah mengatasinya adalah dengan tetap berusaha membangun relasi social. Tetap beraktifitas, terlibat dalam komunitas positif yang mendukung, belajar mengenal diri dan menerima diri, menghindari aktifitas tidak produktif. Terpenting adalah membangun hubungan yang baik dengan tuhan pencipta kita dengan membaikkan kualitas ibadah kita kita. Dengan baiknya kualitas ibadah kita, maka akan membaikkan pula kualitas hidup kita.     
Penanggulangan kekusutan mental dapat dilakukan sejak dini bila seseorang tersebut dapat untuk menyesuaikan diri dengan norma moral masyarakat. Agama juga berperan penting dalam menangani kekusutan mental dengan nilai moralotas di dalamnya.
Dengan ini, tentu kutipan dari Prof. Dr. Zakiah Darajat menjadi relevan. Yaitu “Psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi pribadi”. Keyakinan yang kita bangun akan membentuk karakter diri kita.